Menu

Puisi (60) Resensi (19) Opini (17) Sastra (16) Cermin (15) Menjadi guru (13) Teror (9) Sabda Pemilik Kampung (8)

Sabtu, 25 Desember 2010

LAST LOVE


Oleh: Shinta Yanuar Dewi Cahaya Putri

Sepanjang hari aku, aku lewati semuanya sendirian. Tak ada satupun yang menemaniku, hari demi hari aku lalui tanpa berbagi dengan seseorang yang aku cintai. Sebelumnya kenalin dulu aku Syifa, kebetulan aku duduk di bangku kuliah. Itu tadi sekilas kehidupanku yang tidak berarti. Memang sih, banyak cowok yang dekat sama aku. Tapi aku cukup bersyukur punya kehidupan seperti ini, karena di sekitarku masih banyak orang-orang yang peduli denganku. Walaupun terkadang, aku nggak sadar akan hal itu.

Sebelumnya aku sempat mempunyai seseorang yang amat berarti dalam hidupku. Seorang cowok yang selalu aku banggakan, selalu kusayang, selalu kucinta. Sebut saja namanya Reza, cinta terakhirku. Dia merupakan teman SMA ku dulu. Awalnya kita cuma berteman saja. Tetapi kenapa hati ini tak bisa berbohong, kalau aku menyukainya. Padahal dia sudah punya cewek.

Suatu ketika, aku lihat Reza bertengkar dengan pacarnya. Aku tak tahu sebabnya apa. Tapi yang kutahu, mereka sepakat mengakhiri hubungan mereka. Entah perasaan senang atau sedih, melihat mereka berdua putus. Semenjak kejadian itu, Reza sering termenung sendiri. Sesekali aku mendekatinya, dan berusaha menjadi temannya di saat sedih. Dari situlah kami mulai dekat dan akrab. Hingga suatu ketika, Reza mengungkapkan perasaannya padaku. Kontan aku kaget. Jantungku berdegup kencang. Aku sangat senang, karena tak pernah terbersit sedikitpun. Mulai saat itu kami menjadi pasangan kekasih.

Hari demi haripun kita lalui bersama suka maupun duka. Hingga pada sustu saat, Reza tiba-tiba menghilang entah kemana. Aku telah mencarinya, tetapi tak dapat kutemukan. Hatikupun sedih. Aku khawatir terjadi sesuatu padanya.

Ternyata ketakutanku selama ini terjawab, kenapa Reza menghilang tanpa sebab. Tanpa diduga ternyata selama ini dia memiliki penyakit leukemia. Penyakit yang selama ini tak pernah diceritakannya pada siapapun, kecuali orang tuanya. Jujur aku sangat sedih sampai air mataku tak berhenti menetes.

Saat aku menemui Reza yang terbaring sekarat di rumah sakit, aku tidak mengatakan apa-apa. Yang aku bisa hanya menangis dan menangis. Pada saat itu kalimat terakhir yang diucapkan Reza, sebelum ajal menjemputnya yaitu dia ingin melihatku tersenyum. Diapun berucap kalau mencintaiku selamanya.

Sejak kepergian Reza itulah aku tidak pernah cerita seperti dulu, bahkan aku juga menutup hatiku untuk orang lain karena hanya Reza yang kucintai selama-lamanya. Meskipun dia telah tiada, tetapi hatiku hanya untuknya. Saja.