Menu

Puisi (60) Resensi (19) Opini (17) Sastra (16) Cermin (15) Menjadi guru (13) Teror (9) Sabda Pemilik Kampung (8)

Sabtu, 25 Desember 2010

HIDUP ANTARA ASAP DAN GEDUNG


Oleh: Wanda Nur Indah Rahmawati

Negara semakin maju dengan populasi penduduknya yang semakin tinggi. Bersamaan dengan gedung-gedung dan pabrik-pabrik yang semakin membludak. Setiap inchi, setiap gerakan pasti akan terbentuk. Mulai dari sudut kota sampai dengan sudut kota satunya. Kita pasti akan banyak menemui pabrik-pabrik atau gedung-gedung-gedung bertingkat. Mungkinkah ini yang dinamakan metropolitan. Kota yang penuh dengan populasi dan polusi yang kita hadapi selama ini. Benar ini kota modern, tapi bukan sedemikian rupa bentuk dan susunan tata letak yang harus mereka bentuk dengan sistem yang acak-acakan seperti ini. Satu demi satu sudut terpampang gedung dan pabrik tanpa ada batasnya.

“Ah, kata siapa ini metropolitan?”, kata seorang pengamat.

“Coba kita rasakan saja. Setiap senti, setiap meternya rumah-rumah semakin terpojok. Banyak pula pemukiman kumuh yang semakin berhiaskan asap pabrik. Apakah ini namanya metropolitan?”.

Asap-asap pabrik yang mencekik paru-paru mereka yang berada di sekitarnya. Jauh di bawah alam sadar kita, metropolitan adalah sosok kota yang indah, bersih, asri dan tersusun rapi. Bukan mencekik paru-paru mereka dengan kepulan asapnya. Bukan pula merobek-robek jantung dunia dengan berdirinya gedung-gedung mereka. Apakah mereka lupa kan titipan? Kasihan mereka yang terjepit diantara asap dan gedung. Susahnya kita dapat, senangnya bagi para dasi merah (bos). Bencikah kita pada mereka?

Tidak perlu kita membenci mereka, karena merekalah kota ini menjadi kota yang modern dan maju. Lalu tindakan apa yang harus kita lakukan supaya negeri ini jadi indah tanpa asap dan limbah? Bertindaklah sesuai hati naluri kita. Jadikan sosok dunia muncul kembali, dengan menunjukkan behwa jantung dunia bukan disakiti, tapi dihidupkan kembali.

Bukan asap yang kita hirup, bukan pula gedung-gedung tinggi dan pabrik-pabrik yang kita lihat setiap saat. Sentuhlah jantung dunia dengan kehangatan dan kelembutan. Bukan dengan cara kasar seperti ini. Kasihan anak cucu kita suatu saat. Apalalagi saat ini pemukiman kumuh yang semakin terdesak dengan adanya pabrik-pabrik. Di mana letak belas kasihan kita pada mereka. Setiap saat, setiap waktu mereka harus bergelut dengan asap, asap dan asap.

****