A. Prolog
Taksonomi berasal dari bahasa Yunani tassein berarti untuk mengklasifikasi dan nomos yang berarti aturan. Taksonomi berarti klasifikasi berhirarki dari sesuatu atau prinsip yang mendasari klasifikasi. Semua hal yang bergerak, benda diam, tempat, dan kejadian- sampai pada kemampuan berpikir dapat diklasifikasikan menurut beberapa skema taksonomi (http://id.wikipedia. org/ wiki/Taksonomi).
Menu
Sabtu, 21 Mei 2011
Taksonomi Kesastraan
Beberapa Terminologi Budaya
Untuk memahami pengertian konfrontasi budaya, pertama-tama kita perlu memahami definisi budaya dan kebudayaan terlebih dahulu. Menurut E. B. Taylor dalam Soekamto (1983: 158), kebudayaan merupakan kompleks menyeluruh yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat dan lain kemampuan serta kebiasaan yang dipunyai manusia sebagai warga dari suatu masarakat. Pengamat dan kritikus kebudayaan terkemuka, Raymond Williams , mengklasifikasi tiga arus penggunaan istilah budaya, yakni:
Bilangan FU
Novel ini dikisahkan dari perspektif tokoh Yudha Sandi. Seorang pemanjat tebing dan petaruh yang melecehkan nilai-nilai masyarakat. Yudha dan kesebelas temannya merupakan pemuda-pemuda kota. Mereka ini meninggalkan kegemerlapan kota dengan berpetualang dari satu tebing sunyi nan curam ke tebing lainnya. Tapi, Yudha dan kawan-kawannya bertabiat kota yang khas. Rasa unggul yang ada pada mereka membuatnya buta dan tuli terhadap kehidupan masyarakat di sekitar tebing-tebing yang mereka perawani.
Yudha akhirnya dihadapkan pada wacana baru ketika akan membuka pemanjatan tebing di daerah Watu Gunung. Pertemuannya dengan Parang Jati, mahasiswa akhir geologi ITB, mengantarnya pada petualangan ideology yang cukup sulit untuk diterimanya. Sebagai produk modern, ia (baca: Yudha) membaca wacana dengan kerangka modern. Segala hal yang rasionalitas merupakan sesuatu yang hakiki, sedangkan di luar itu adalah kebodohan.
Ketika yudha mendapati ‘sesajen’, pohon-pohon besar, begitu juga tentang babi ngepet yang merupakan jelmaan manusia, dan upacara sesajen bekakak di daerah Watu Gunung. Semua ini dari perspektifnya merupakan sesuatu yang tidak mempunyai nilai guna, suatu kebodohan dan tidak mempunyai dasar. Namun, Parang Jati, pemuda bermata bidadari dan berjari 12. selama kebersamaannya dengan Yudha mampu membuat pemuda ini berpikir ulang. Menurut mahasiswa geologi tersebut, kacamata modern tidak bisa digunakan untuk menilai kepercayaan tradisional. Dalam kerangka pikir modern, segala sesuatu harus berfungsi dalam tujuan tertentu. Dan tujuan tertentu keuntungan. Sebab segala hal itu baik jika menguntungkan. Segala hal menguntungkan bila baik. Yang mengecoh adalah baik untuk siapa?
Selanjutnya, Yudha mengenal pemuda setempat yang bernama kupu-kupu. Tapi lebih tepatnya mengetahui, sebab diantara mereka tidak pernah sekalipun berkomunikasi. Saat itu ia dan parang Jati melayat di rumah salah seorang penduduk setempat yang mmeninggal akibat gigitan anjing gila. Di sana pemuda kupu-kupu menentang jenazah almarhum yang ternyata pamannya untuk disembahyangi dan disemayamkan di pemakaman umum setempat. Lantaran selama hidupnya mendiang telah bersekutu dengan iblis di watu gunung. Yakni memberikan sesajen dalam waktu-waktu tertentu. Hal semacam ini merupakan perbuatan sirik. Dan dalam ajaran Islam, syirik merupakan dosa besar yang tidak diampuni oleh Tuhan. Meski memantik reaksi keras dari pemuka agama setempat, akhirnya pemuda kupu-kupu berhasil membuat jenazah pamannya dikuburkan di perbukitan watu gunung. Hanya mayat malang tersebut yang terdapat di sana, ditemani roh-roh penunggu bukit itu. Kenyataan yang demikian sulit diterima Yudha. Selain perbedaan agama, baginya mendiang selama hidupnya merupakan bagian dari mereka. Tapi adilkah ketika mati harus dikucilkan seperti itu?
Sebuah Tinjauan Dekontruksi dan Relevensi Sastra
Dekontruksi merupakan pengurangan atau penurunan intensitatas kontruksi itu sendiri ( Kutha Ratna, 2007:245). Sehingga unsure biner dalam sebuah oposisi tidak selalu mendominasi. Sebaliknya, unsure-unsur yang semula selalu terlupakan, terdegrdasikan dan termarginalisasikan seperti: kelompok minoritas, kelompok yang lemah, kaum perempuan, tokoh-tokoh komplementer dn sebagainya, dapat diberikan perhatian yang memadai, bahkan secara seimbang dan proposional.
Pada dasarnya dekontruksi merupakan pengembangan dari pos strukturalisme. Bahkan Junus (Endraswara, 2008:174) dekontruksi sebagai pasca strukturalisme yang ekstrem. Sifat ekstrem yang dimaksud dalah pemaknaan karya sastra dapat dimulai dari aspek mana saja bahkan dari aspek kecil yang semula tidak menarik perhatian orang.
Menurut Derrida (Endraswara, 2008:174) menegaskan jika unsure yang semula tak logis atau mapan dalam konteks struktur secara tidak langsung kadang-kadang justru akan muncul berulang-ulang. Sehingga akan menguatkn pemknaan atau malah mengaburkan.
Benar dalam dekontruksi berlku pembongkaran, tetapi tujuan akhir yang hendak dicapai adalah penyusunan kembali ke dalam tatanan dan tataran yang lebih signifikan, sesuai dengan hakikat objek, sehingga aspek-aspek yang dianalisis dpat dimanfaatkan semaksiml mungkin. Ini yng disebut Spivak (Kutha Ratna, 2007:246) bahwa dekontruksi merupkan gagasan antara destruktif dan konstruktif.
Menurut Endraswara (2008:173), relevansi dekontruksi bagi penelitian sastra ada empat hal.
Terdapat keterkaitan dengan serangkaian kritik, termasuk kosep kesastran sendiri.
Sebagai sumber tema
Sebagai contoh stretegi pembacaan
Sebagai gudang cadangan saran-saran mengenai kodrat dan tujuan ktitik sastra itu sendiri.
Derrida dan Konsep teoritisnya
Derrida dilahirkan pada tanggal 15 Juli 1930 di El Biar, Aljazair dan meninggal di Paris, Perancis tanggal 8 Oktober 2004 –Karena itu Derrida lebih dikenal sebgai filosof Perancis daripada filosof Aljazair. Filsuf ini secara terang-terangan telah mengkritik filsuf Barat, terutama kritik dan analisis mengenai bahasa “alam”, tulisan, dan makna sebuah konsep. Dekonstruksi, alat yang digunakan untuk meruntuhkan konsep-konsep dan deskripsi-deskripsi kita selama ini. Saya akan memulai penjelasan mengenai konsep dekonstruksi dengan memberikan sebuah contoh dari implementasi dekonstruksi sederhana. Anda pasti tahu Batman ?? Seorang pahlawan dari kota Gotham, yang diciptakan oleh ilustrator Amerika, Bob Kane, pada tahun 1938. Batman berbeda dengan Superman. Jika Superman menegakkan kebenaran dan keadilan yang dilandasi semangat cinta dan keikhlasan, maka sebaliknya Batman –dengan tangan kosong- menegakkan kebenaran setelah kedua orangtuanya dibunuh, –yang tidak lain- dapat saya katakan jika Batman memulai “kariernya” itu dengan melakukan pembalasan dendam. Nah, kepada Batman inilah, terminologi Derrida dapat diterapkan, Batman telah “mendekonstruksi” konsep pahlawan selama ini. Konsep pahlawan yg selama ini dianggap sesuatu pekerjaan tulus, tanpa latarbelakang “pembalasan dendam” yang mendasarinya, didekonstruksi oleh Batman. Secara singkat, ia mendekonstruksi konsep yang selama ini kita terima sebagai sesuatu yang sudah jelas dan baku dihadapkan dengan antitesisnya. Jadi, bukan hanya kemalangan atau kekejaman yang ternyata diperlukan untuk menyediakan peluang bagi heroisme, namun juga kualitas2 inheren di dlaam tindak kepahlawanan –sama seperti ketika Batman menggunakan kekerasan untuk mengalahkan musuh yang hendak menuntut keadilan kepadanya, seperti Joker.
Dekonstruksi, secara garis besar adalah cara untuk membawa kontradiksi-kontradiksi yang bersembunyi di balik konsep-konsep kita selama ini dan keyakinan yang melekat pada diri ini ke hadapan kita. Tanpa adanya Joker, konsep kepahlawanan Batman akan absurd. Ia hanya akan menjadi makhluk freaky yang konyol; bersembunyi dalam kostum anehnya jika tanpa keberadaan si Joker. Terapan ilmu ini jauh lebih sulit dari penjelasannya. Bahkan, karena teori ini sulit untuk dimengerti, timbul banyak kontroversi dan kritik terhadapnya. Toh, tetap saja Derrida menanggapi hal tersebut dengan santai, bahkan ia mengatakan, “Tak seorang pun pernah marah pada matematikawan atau seorang dokter yang tidak dipahaminya sama sekali atau kepada seseorang yang berbicara dengan sebuah bahasa asing. Tetapi, mengapa kita nampaknya selalu meminta filsuf untuk berbicara secara “mudah” dan bukanny kepada para ahli-ahli tersebut yang bahkan lebih susah lagi untuk dipahami oleh pembaca yang sama ?”. Kesulitan ini lebih bermuara pada gaya prosanya yang sulit untuk ditembus. Derrida memang mengakui jika Dekonstruksinya sulit untuk dijelaskan dengan kata-kata biasa. Karena, menurutnya, Dekonstruksi telah mengubah struktur pemahaman terhadap kata-kata yang tidak mampu menerangkan secara eksplisit subjek yang menjadi acuannya. Singkatnya, konsep dekonstruksi tidak didefinisikan secara cocok. Derrida sendiri pernah menulis mengenai konsep dekonstruksi ini pada Profesor Izutzu di Jepang pada tanggal 10 Juli 1983, demikian isinya :
“…Dekonstruksi bukan suatu metode dan tidak dapat dibuat menjadi metode apapun…..Benar bahwa dalam mazhab-maxhab tertentu (universitas maupun budaya, khususnya di Amerika Serikat) “metafora” teknis dan metodologis yang dianggap dapat mendekati arti kata “dekonstruksi” ternyata malah merusak atau menyesatkannya saja….Tidak cukup juga bila dikatakan bahwa dekonstruksi tidak dapat direduksi menjadi suatu instrumen metodologis atau memberikan padanya serangkaian aturan dan prosedu-prosedur yang dapat disediakan. Tidak juga dapat diklaim bahwa setiap “peristiwa” dekonstruktif tetap tunggal atau, dalam kasus tertentu, sedekat mungkin pada sesuatu layaknya sebuah idiom atau sebuah tanda tangan. Juga harus diperjelas bahwa dekonstruksi bukan sebuah aksi maupun operasi.”
Derrida menganalogikan Dekonstruksi dengan sebuah contoh dari sejarah filsafat di dalam cerita Phaedrus. Katanya, Plato menceritakan menceritakan mitos mengenai seorang raja Mesir Thamus yang ditawari oleh dewa Thoth kreasinya yang berupa tulisan. Tetapi, Thamus menolaknya. Ia menilai jika tulisan lebih mempunyai banyak potensi bahaya melebihi manfaatnya bagi manusia. Memang, tulisan dapat menawarkan sebuah ingatan kultural dan intelektual yang semakin sulit dikalahkan oleh waktu –yang melebihi penurunan informasi secara turun-temurun melalui tradisi oral. Tetapi karena kemudahan untuk menyerap informasi dari tulisan inilah, maka kemampuan memori manusia mulai merosot. Guru-guru mulai menjadikan buku (tulisan) sebagai penuntun bagi murid-muridnya –di mana tanpa mereka, murid-murid dapat mengalami misinterpretasi terhadap apa yang telah diajarkan oleh gurunya. Dengan adanya buku, maka perlahan-lahan saksi paternal dan budaya saling menyayangi dari guru ke murid akan mulai pudar. Hal inilah –sebenarnya- yang menjadi esensi dan pengetahuan sejati yang diturunkan oleh seorang guru terhadap muridnya -karena guru yang dewasa dan bijaksana secara sejati, memiliki otoritas yang lebih besar daripada tulisan dan tinta, dan dapat menurunkan kedua faktor di atas kepada muridnya. Tulisan hanya akan menjadikan metode pembelajaran sekedar sebagai metode penghafalan, peralatan mekanis untuk menciptakan simulakrum pengetahuan. Bahkan, kata Derrida, Barat sering mencurigai mereka yang mempelajari segala sesuatu dari buku, seolah-olah buku mampu menyingkapkan dan mengungkapkan pengetahuan yang sejatinya tidak mereka pahami. Derrida berpendapat jika pengistimewaan ucapan di atas tulisan seperti ini merupakan prasangka endemik dalam tradisi filsafat dan agama Barat. Derrida melihat jika Plato dalam Phaedrus jatuh dalam metafora-metafora yang ada dalam praktik penulisan. Hal-hal yang dianggap positif dalam cerita –seperti ucapan, memori hidup, dan kehadiran guru- didefinisikan berdasarkan perbedaan kontrasnya dengan hal-hal yang mengancam mereka. Ucapan, contohnya, bukan sesuatu yang berbeda secara fundamental dengan tulisan, melainkan hanya representasi dan semacam tulisan “yang baik”, yang tertulis dalam “jiwa para siswanya”. Plato dapat menggunakan berbagai macam metafora untuk menjelaskan filsafatnya, tetapi tanpa metafora sekalipun, tetap saja, menurut Derrida mereka setara dengan membaca teks belaka. Mudahnya, bagaimana tulisan dapat mengunci dengan kuat bunyi/kata yang keluar dan mereka ucapkan ? Derrida menolak anggapan jika makna mempunyai korespondensi ideal antara bunyi sebuah kata dengan subjek dan makna yang dikandungnya. Menurut Derrida, relasi merupakan objek yang arbiter, yang berubah-ubah menurut waktu. Pendekatan dekonstruktif lebih menyoroti isi teks agar ia dapat menyingkapkan makna yang seharusnya literal namun telah termanifestasi ke dalam berbagai metafora maupun perwujudan kata-kata. Tujuan dekonstruksi bukan utk menjembatani dua jurang yang ada itu –antara kata dan makna-, melainkan hanya utnuk menunjukkan jika jurang itu memang sudah seharusnya ada dan tidak dapat dielakkan lagi.
Selasa, 17 Mei 2011
Doa Untuk Tiga Sahabat
Ya Tuhan,
Aku tak mau berbelit-belit sebenarnya. Tetapi bagaimanapun saya harus bicara. mengungkap apa yang menjadi deraan dalam benakku. Aku sangat yakin, Kamu lebih tahu dari aku.
berikan kekuatan dan petunjuk untuk sahabatku ini Tuhan.
sejenak aku ingin melemparkan diriku pada masa lampau, ketika pertama kali bertemu. bertegur sapa dalam menjajagi hati satu sama lain. mungkin 4 tahun bukan sebuah rentang yang erat, tapi sudah cukup memusar-musarkan kebersamaan kami.
berikan remah-remah langkah antara sela-sela jemarinya.
ada langkah kecil sebenarnya yang sedang kami tata. semua mengarah pada rencana kematian yang kau acak dengan kehendak Mu.
Kamis, 12 Mei 2011
Anjali
Manjali yang cantik. Aku hanya bisa menulliskan ini untukmu.
Tak lebih dari harapan kaki-kaki setengah usang. dengan guyuran mantra-mantra nyinyir generasi tua yang kolot.
Hendak kau apakan saja itu hakmu, meski dalam banyak hal aku selalu melihat sikap dan kegetimanganmu yang abu-abu. sebenarnya antara kita sudah terlacak
dari pemancar-pemancar dalam resahmu.
sebenarnya hanya itu yang ku ketahui. kupahami. Entah, selanjutnya
nasib bangsa ini kau yang pegang, seperti kuda-kuda yang gemerlap dan tak ada Kau menemaniku.
Kamis, 05 Mei 2011
Pendidikan yang mengendap-endap
Hari pendidikan baru saja lewat. Sepertinya mengendap-endap. Mungkin malu atau memang lagi trend zaman ini. Saya sedikit tertarik mengenai isu pendidikan karakter. Meskipun kemudian saya menolak paparan-paparan beberapa tokoh yang mengimpor definisi-definisi terkait. Bukan sok anti luar atau sok lokalisme, tapi menurut saya kurang pada tempatnya.
Tetapi intinya, pendidikan karakter itu penting bagi bangsa ini ke depannya. Permasalahannya, karakter seperti apa? Menurut hemat saya, dengan mencari-cari sesuatu di masa silam (sejarah pergerakan) kita akan sedikit terbantu untuk memahami karakter yang dibutuhkan sehubungan dengan karakter di bidang pendidikan. Pada dekade kebangkitan cendekiawan pribumi dalam menembus dominasi Belanda, pernahkah terlintas dalam benak kita bagaimana para terpelajar itu akhirnya mampu berdiri tegak dengan mengibarkan kemerdekaan yang amat mustahil waktu itu?
Memang betul, kesamaan itu akan menggiring kita pada sebuah gerakan kolektif. mengaca pada situasi bangsa pasca reformasi, sebenarnya kesamaan ingin berubah lebih baik ada, namun kesannya lebih mengedepankan kepentingan pribadi. Hubungannya dengan pendidikan apa? Masalah kesamaan, mari kita arahkan corong pikiran kita untuk mengedepankan asas kebersamaan. Mari kita buat pendidikan sebagai ajang kebersamaan untuk Indonesia lebih baik. Bukan karena ini dan itu serta tetek bengek lainnya. Satu hal lagi, pendidikan seharusnya melahirkan sikap jujur yang nampaknya masih amat bermasalah.
Akhirnya, pendidikan karakter bukanlah sebuah definisi. Tetapi lebih pada bongkar-pasang cuplikan sejarah masa lalu untuk dicari kekiniannya.
Senin, 02 Mei 2011
Chat Geje
(Percakapan yang silih berganti menebar teror. Tetapi semua tujuannya untuk kebaikan. Monggo yang mau analisis pake implikatur atau teori psikoanalisa. Tapi siapa coba, hahahahah. Selamat menikmati sandiwara ini).
Pak
nak. ud hamil
Sopo?
u. katanya nyidam tembakau? hahahahah
KenitU pak =,=
oh ya. manecu nak..
u dimana
hah
sama siapa
hah kok berani
hahahahah
Gendeng aku suwe2 karo pean
hahahah, gag ubug ta? mene uts lo
Ioh,
Durung blajar blas ikh
lak aku pagi nak belajare. trus sian ubug, malam ujian
Emang kuliah malam ?
ya. soale siang kerja aku
Oalah. . .ga traktr aku ta?
Kn uda kerja
kamu tiap tak cari di rumahku gag ada nak. emang kamu ke mana?
Lha nyari.e dimanaaaa, aku.a dmana
Ckckckck
oalah nak. eh, muridku ada yg mirip u. sumpah
sumpah
sumpah
Sopo pak?
Jangan2 emang aku
ya muridku. wajah dan suara. kyak pinang dibelah ama pisau. suer
lo u aku ingat
ckckckck
Kels brapa pak?
kelas 1. anaknya aktif bangt. kyk temannya tuhu itu. hahahah
1 apa ?
Tmen.a tuhu yg mana pak?
smea. tuhu manusia angin. eh
anaknya cerewet pi ku gag isa marah
D poto pak yoh. Ben aku tw anak.e
hbisnya teringat dikau
ckkcck
Brarti pean ga bsa marah sama aku dongs
takut dimarahi tetangga....
hapeku jadul. gag isa moto
belikan hape
Oalah, aku ae yo dblikan kug
=,=
hahahah. ntar tak fotoin
Okelah. Ajib
ndang ubug ndug jo begadang... tbk aku dmana
D dpan rumahku yo
Saya kan hampir tiap hari tdur jm 12an pak
=,=
hahahha. u kok tau se? makan apa tadi?
tirakat anak ini
Brusam mkan mie ayam
pantes, asin. hahahaha
Tirakan apane pak. Wng chatingan truz kok
tirakat
bukan tirakan
weeeeeeeeeeeek
Iya. Gto maksud.a
=,=
hm, boleh juga. kamu mau jadi caleg
Caleg upu sek?
calon legislatif
IPS mu parah
Be.e caleg seng liane. Soale kan pean biasa.e punya singkatan yg aneh2
Be.e caleg seng liane. Soale kan pean biasa.e punya singkatan yg aneh2
Be.e caleg seng liane. Soale kan pean biasa.e punya singkatan yg aneh2
wah, padahal suudzon ukumane qisos
wah, padahal suudzon ukumane qisos
wah, padahal suudzon ukumane qisos
wah, padahal suudzon ukumane qisos
Cek abot.e rek
Ga oNok seng liane ta ?
iyo rek. masak angkat barbel cuman berat.
ada, naik becak sambil bersin
hakzim
Hahaga cupak dweh
emang ikan, cupag. ampun dije
Pean sek melu ukki ta?
gag. aku melu ibuku. u?
Halah. Mesti ngunu
Ga sRiuz blaz ik!
ud nggak nak. mau nyalon jadi ketum?
enggak mila hanifah suripah
Jiah. . .ganti jeneng
pantes kan????????
Pak, iku kok d copy nag stats seh chat.e?
weeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeek
Ngrim upu pak?
Saya kn lg pke hp
Ga kbaca
gambar gayuz. ow,,,,, makane asin
Mesti Geje
geje is my life. opo live yow
haduh
Life pak. Ez btul iku
Pean lapo ae ga tdur?
nek aku gag mau? u mau apa?
Pcran ioh?
perang ae enake
ayo
Ga mau yo ez
Gak ngurus
Wkwkwk
mau.
mau
hahahahah
eh, ad bintang jatuh
gedebug
aq minta kaya
Wadow
u?
Kenek tanganku
Loro ik
tangan seng endi
u punya tangan>
tanganmu emang dua
hahahhah
geje
Pancen geje kok
ini rekorku chat. biasane musuhku KO dulu
ato aku yg KO
atau seri
atau bedu
wadow
Halah. . .
Ngemeng epe
Gueje puol kok pean iku
hahaha. sama mila hanif suripah
anda juga geje
ge
je
hhaahahahah
Leh. . .nguawor e
hahaha, nang fkip akeh tikuse
Chat.ku d copy maneh nag stats.e
Lapo adoh" nag fkip ?
Nag umahku ae akeh kok
gag nakkkkk.... nanti aja tak print
tak bagi2 di jalan Basuki rahmat
Lapo d print?
Gawe upu?
tumbal
Pamer ta?
gawe koleksi
pamer kekayaan
gono
gini
Hoalah. . .
Kerren la.an
lahhoal.
lucu nak
kyk pasar
riuh
Neg udah d print aku minta copy.an.e yoh
emang ada yg gratis di dunia ini (mila)
dalil
Lho lho lho, . .
kagum denganku ya
Ada, kentUt, ngsi angn d pom. Dll (pak dikin)
PD
copy rek
gag kereatis
f
Pean yo ngopy ngunu kok. Ga kereaktip
tinggal 10 menit pukul 2011
Hah ?
kagum ma kau ya
maksih mil
aku terharu
Wah. . . Gendeng wong iki
hahahah keliru nulis
=,=
Suwe2 nular nag aku engko'
hahahah, mil u tahu artinya angin
Gak.
angin itu udara yang bergerak
IPAmu piye
skul di mana ce
parah
Ga skula aku
Lngsung kuliah.
Skula ez ga jaman.e
kuliah artinya apa
jawab
Mikuli uyah.
hahahah, sayang sekali salah/
coba lagi
Maleze ta. . .
hhahhaah, betul
Wkwkwk
males itu kuliah
selamat ya mil
anda dapat batok
Geje
Wez. Aku op dulu
kosa katamu iku tok
geje dan geje
payah
Bahno ez !
Bubye pak
Mekom
iya, ati ati nak.
muah
hahahaahh