Menu

Puisi (60) Resensi (19) Opini (17) Sastra (16) Cermin (15) Menjadi guru (13) Teror (9) Sabda Pemilik Kampung (8)

Jumat, 30 Januari 2015

ENTROK: Feminisme dan Kekerasan Simbolik





Judul : Entrok
Penulis : Okky Madasari
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : I, April 2010
Tebal : 282 hlm


ENTROK?? Itu nama lain dari kutang alias bra. Disinilah kecerdasan penulis. Ketika dimulai dari kutang, memang akan selalu menarik. Hehehe

Novel ini dengan gamblang sekali berbicara tentang perempuan dan segala keterbatasan. Sekaligus perempuan yang mampu keluar dari batas-batas tersebut. Latar sosial dan politik, menjadi tamasya yang menarik untuk dicermati. Bagaimana kondisi orde baru di arus bawah. Ketika tentara dan polisi menggunakan seragamnya untuk memeras. Saat pemerintah memiliki kewenangan yang dominan dalam pembentukan ideologi.

Maka, membaca ENTROK bukan sekadar kehidupan Sumarni dan Rahayu, Tedja bahkan warga kampung Singget. Tetapi lebih pada kondisi gelap bangsa ini yang disuguhkan dengan apa adanya. Sederhana, lugas, dan tentu saja akan membuat kita membuka wawasan kita tentang masa itu.

Novel ini berbicara feminisme dari pergulatan hidup tokohnya, juga dominasi sekaligus kekerasan oleh penguasa. Kaya sekali bila dikaji dari ranah sosiologi. Maka, sudah selayaknya novel ini harus dibaca banyak kalangan. Untuk melihat apa yang terjadi di masa lampau, yang kering bila disajikan lewat sejarah.

Memang benar, ketika dimulai dari KUTANG, maka semua akan menarik. Bahkan talinya saja, sampai membuat heboh lagu campur sari, Tragedi Tali Kutang.. Well, ENTROK, mengajak kita untuk menoleh kebelakang. Tentang kepahlawanan seorang Ibu, perempuan, dan segala upaya dan daya yang melabrak demarkasi patriarkhi

Perdana PERSADA SASTRA

Pada mulanya adalah sastra (menyitir Sutardji), Selamat menunaikan ibadah membaca majalah sastra (menyitir Joko Pinurbo). Majalah ini kami dedikasikan untuk pencinta kesusastraan. yang selama ini ditindas oleh kanonisasi pusat. Mari berduyun-duyun menuangkan ide dan kreativitas sastra di PERSADA SASTRA.
--------------------------------------------------------------
‪#‎Rubrik‬ TITIK TERANG: Diasuh Prof. Hendrikus Supriyanto (Ketua Dewan Kesenian kab. Malang, pegiat sastra)

#Rubrik KLINIK PUISI: Diasuh Dr. Shoim Anwar (Sastrawan angkatan 2000 /versi Korrie layun Rampan)

#Rubrik PULANG: Diasuh oleh Dr. Sunu catur (Dosen sastra, pemerhati sosiologi)
---------------------------------------------------------------
Jangan lupa, membeli majalah ini berarti ikut berjuang memberikan penghargaan kepada penulis-penulis pemula dalam berkarya. Selamat datang PERSADA SASTRA.

EDISI FEBRUARI bisa diburu mulai sekarang. Harga 17.000 (Surabaya dan Sidoarjo gratis ongkos kirim)

‪#‎Kami‬ tunggu tulisan sahabat sekalian sampai 20 Februari 2015.

Cp: sms (089678068592-pana), email: kopiaksara@gmail.com

Selarik Puisi Buat Tuan Presiden

Pak presiden
Aku ingin menulis puisi
untukmu.
Bukan sejenis puisi
yang menyerangmu di waktu lalu. bukan sejenis
pula puisi balasan dari relawanmu.

Pak presiden
aku ingin menulis puisi
bukan hendak demo atau, membakar gedung
membakar bendera,
membakar lambang,
apalagi membakar diri..
Pak presiden

aku ingin menulis puisi
bukan tentang moral
bukan tentang etika
bukan tentang kebenaran
juga bukan tentang apa apa yang dianggap ada..

Pak presiden,
aku hanya ingin menulis puisi
pada selembar kertas folio bergaris. dengan tinta hitam murahan. sambil mengenakan baju putih dan sarung jahitan simbah. Pakai kopyah hitam biar kayak Pak Prabowo yang niru insinyur Soekarno.

Pak Presiden,
aku hanya ingin menulis puisi.
tentang Indonesiaku
hendak kemanakah kamu.

29 Januari 2015

Majalah Sastra 'Persada Sastra"

Berikut ini ada info keren. bagi teman-teman yang suka menulis sastra, bisa dibaca info berikut ini. Sumbernya dari FB: Kopi Aksara Publisher

Yth. Penulis puisi, penulis cerpen, penulis esai, penulis kritik populer.

Bulan dua (Februari) akan lahir majalah sastra PERSADA SASTRA. Frekuensi terbitan satu bulan sekali. Dikelola oleh komunitas menulis Kopi Aksara kerja sama dengan prodi PBSI Univ. Adi Buana Surabaya.

Silakan mengekspresikan karya-karya sahabat sekalian di PERSADA SASTRA. Bocoran covernya di awal bulan. Harga 17.000.

Honor: Puisi maksimal 5 (perpuisi Rp. 15.000), Cerpen (100.000), Cermin (75.000), Kritik Populer (100.000), SMS (Puisi/cerpen dari siswa SMP/SMA sederajat)-(75.000)- (Plus bonus majalah)

PERSADA SASTRA
kritis-estetis
Semoga bermanfaat..

Selasa, 27 Januari 2015

Hijrah

Setelah, ah kata itu sungguh menakjubkan. "Setelah" berarti ada hal yang telah dilalui, mungkin pertanyaan kemudian apa dan bagaimana hasilnya. Ini menyangkut penulis, bukan 'rasan-rasan/baca: nggosip). Setelah empat tahu menjadi Oemar Bakri, pendidik/guru/instruktur ah banyak sekali penyebutannya, akhirnya di penghujung 2014, saya memilih pensiun. Tapi, janganlah berprasangka buruk dulu, umur saya masih dibawah kepala tiga. Pensiun di sini berarti berhenti, juga bukan diberhentikan. Lebih tepatnya kabur. Why? banyak dan ribet untuk emnjawab tiga huruf sialan tersebut. Tapi marilah, pliss move on dong. maka, lahirlah kata pertama di tulisan ini. Yup, Setelah...

Istri sangat tidak setuju terhdap pilihanku. Praktis setelah pensiun, saya didesak untuk mencari lagi pekerjaan yang sama. Serupa. Ya, saya paham selaki eh sekali. Atas nama izazah, dan beberapa hal lainnya. Artinya kurang lebih begini. "Saya telah digariskan dan ditakdirkan untuk menjadi penerus Oemar Bakri. Why? Ijazahnya itu........" namun, pilihan dan pilihan akan selalu ada. Sekuat bagaimana tinggal mengusahakannya.

Akhirnya, saya milih usaha yang tidak populer dan tidak memiliki masa depan yang cerah, begitulah pandangan sebagaian manusia normal terhadap apa yang sedang saya tekuni. Menulis. Yup, saya menekuni bidang ini. meskipun di usia yang setua ini (catatan: masih di bawah kepala 3 :D), belum pernah menulis bagus dan diterbitkan penerbit kelas wahid (baca: amatir), namun ada libido menggebu untuk terjun secara total di dalamnya. Lewat penerbitan, yang mana saat ini sudah saya urus dan sudah legal. Tinggal bagaimana-bagaimana untuk mencapai kata SETELAH.

Well, setelah. Saatnya membuktikan. Bukankah tugas kita itu berdoa dan berusaha. lalu bersyukur. Ringkas nian bukan.

Salam Pak Shodiq

Arus Zaman Meluap di Ranjangmu

u/: Sunu Catur

ini cerita tentang tembok-tembok yang
membagi selera dan cara pandang kita.
tentang percakapan napi-napi yang
dieksekusi menjelang maghrib..

bukankah kita telah merapatkan barisan,
membangun kokohnya tembok
peradaban. antara terminologi barat dan
yang bukan barat. antara timur dan yang
bukan timur. maka, arus zaman mengalir
ke arah mana? berkiblat ke mana?
membebek ke mana?

dari jantung paris, denhag, london
madrid, washington, dan lainnya: sebenarnya
kita siapa? kamera dan segala eskalasinya
disiapkan untuk apa. Abad kejayaan, dan
sekaligus takkeberdayaan

zaman edan. bukanlah penyair kita telah
menata urat masa depan. membilangnya
dalam konsep klenik. Konsep liyan pada
jantung irrasional

tuan,
sebut saya havelaar
sebut saya max tolenaar

untuk kerja peradaban
menulis membingkai keadaan

bukankah begitu, tuan minke?

(Sidoarjo, 22.01.15/11.22.03)
-endemik kolonialisme

Aku

"Bajunya lusuh"?. Itu jelas bukan orang kota kami. Penduduk kota kami dikenal sebagai penduduk yang taraf hidupnya di atas rata rata. Pilihan makanan, pilihan baju, dan pilihan lainnya tentu memiliki standar. Dan bila di kotaku, kami jumpai orang semacam yang kaulihat beberapa hari ini, pastinya itu bukan warga kami. Itu barangkali warga kota lain yang mencari nafkah di sini. Kamu harus tahu, polisi pamong praja setiap hari mengangkut pendatang malang seperti mereka. Kami tak tahu persis dibawa kemana mereka. Namun yang jelas, tujuannya agar kota ini indah. Tahu sendiri kan, kemiskinan merupakan kutub lain dari keindahan. Bukan juga soal moralitas, bila mereka harus dikejar-kejar petugas.

Penyair SITOR: Petualang berpulang..



-Nostalgia dengan penyair Harianboho (Sumatera Utara). Teeuw bilang, setelah Chairil, dia penyair angkatan'45 terkemuka. Harry Aveling menyebutnya sebagai penyair Indonesia terkuat. Hidup dalam kurun waktu yang cukup panjang, 1924-2014. Sebagai penyair, menurut JJ Rizal (2006), selain berumur panjang dan kesempatan menulis yang konsisten, dia juga telah menunjukkan kekuatannya melalui ujian kritik dari segi kualitas. Siapakah dia? Sang Penyair Petualang, begitulah Ajib Rosidi memberi julukan. Sitor Situmorang, itulah namanya. Selaman jalan penyair Sitor-

Minggu, 18 Januari 2015

Ada detak, Tapi pelan

selimut dan bantal
terserak di bilik jantungmu
sebelah kanan

ada detak
tapi pelan

petani-petani dengan riang
bercengkrama dengan asap pabrik.
beton-beton dan paku bumi
dilukis di barisan padi
yang enggan menguning.

traktor
bukan lagi kerbau atau sapi
pabrik
bukan lagi rimba padi
impor
bukan lagi swasembada
korupsi
bukan lagi soal moral

silakan tidur nak
jantungmu maksudku bilik jantungmu
sudah terbuka.
asap pabrik
sudah
siap menemanimu

ada detak
tapi pelan

19/1/15/01;45



2015: Its Okay

Waduh, tahun berganti lagi. Sementara kualitas hidup masih sepoi-sepoi. Sepoinya dalam segala hal. Menulis dan membaca juga masih angin-anginan. Kadang semangat, kadang malas. Inikah yang namanya kemunduran? Kalau dirasa sih iya, ini namanya mundur.

Tahun ini, harus menjadi titik balik luar biasa untuk semuanya (termasuk aku :D). Khusus untukku, tahun baru kali ini akhirnya saya nikmati bersama istri dan anak. Pertama kalinya dalam sejarah. Well, bersyukur tentu saja. lalu nikmat yang mana lagi yang kau dustakan?? Berat lah, kalau kena pasal agama.

Tambahan informasi, di tahun ini saya banting stir. Setelah kurang lebih 4 tahun menjadi guru di sekolah swasta Surabaya, kuputuskan untuk mengakhiri kontrak. Tentu banyak faktor-faktor yang mendasari. Kini mencoba fokus menjadi pengusaha. Tak juga menutup kemungkinan untuk menjadi pendidik lagi. Semoga masih diberi kesempatan.

Selamat menyambut tahun berganti kawan. Semoga sehat selalu.

Salam -PS-


Jumpa III

SDku dulu paling banyak disorot. Terpencil dan memiliki jumlah murid yang fantastis. Satu kelas berjumlah 5 orang (tidak termasuk saya). Makanya, kalau ada acara ramai-ramai di lapangan desa pastilah jadi bahan olokkan.

SDN Bodang 5, terletak di dusun kelapa Sawit, desa Bodang. Dulu (atau bahkan mungkin saat ini) dipandang sebagai dusun terpencil. Bahkan, untuk mengikuti EBTANAS (Baca: UNAS), kami harus numpang di SDN Bodang II (Dsn. Sumber Poring). Jalan yang kami tempuh juga bukan main, melewati jurang yang cukup curam dan makam yang kami anggap angker. Tapi untunglah, ketika angkatanku sejarah dimulai. kami tak lagi dipandang remeh. Saat pengumuman kelulusan, namaku nangkring di urutan teratas. Bahkan, ajaibnya saya hanya kalah dari SDN Bodang III. Praktis nomer dua jika diperingkat dari SDN di desa Bodang. Karena baru pertama kali terjadi, maka saya banyak sekali dapat pujian dari bapak/ibu guru kala itu. Tapi pada intinya, saya masih merasa sebagai anak dusun yang terpencil.

Maka, saat masuk SMP, melihat bangunan dan luasnya yang luar biasa, rasa kagum menjadi melimpah ruah. Wow.... Bayangkan saja, di SD dua kelas itu dijadikan satu kelas. Total tiga ruang kelas yang kami punya, dihuni enam kelas (tentu saja jumlahnya sedikit). Makanya, bibir ini terus berdecak kagum. Saat itu, saya dan kawan-kawan menjadi angkatan ke-3. Pada saat masuk, sekolah masih belum meluluskan muridnya. Lucunya, saat itu masih bernama SMPN 3 Sukodono. Tak lama kemudian jadilah SLTPN 1 Padang (bimsalabim).

Di sekolah baru, danemku menempati posisi tiga. Pertama Guntur Saiful Mukti (Anak Mojo), Menik Faradila (Anak karangngayar), dan saya sendiri (Anak SDN terpencil). Tentu saja ada rasa bangga. Berhasil menyisihkan puluhan siswa lainnya. Namun demikian, saya cukup kagum dengan mas Guntur, peraih danem 40. Sejak saat itu, saya berusaha mengenalnya, juga mengenal mbak Menik. Saya anggap mereka dua siswa yang pilih tanding, soalnya nilainya di atas punyaku. Secara perlahan, ada tekad yang bulat di dalam hati untuk menjadi yang terbaik. maka saya pilih belajar, dan terus belajar.

Tahun Baru

Rohman meronta-ronta. Keputusan bapaknya yang mengharamkan perayaan tahun baru, membuatnya berang. Padahal, jauh-jauh hari ia sudah merencanakan strategi menyambut tahun baru. Rumahnya akan disulap menjadi arena perang. Kembang api juga sudah ia pesan, dengan uang muka hasil menggadaikan motor bututnya. Empat kambing kurus kering piaraannya, bahkan sudah pasti untuk jamuan.

"Bapak tidak bisa memaksaka kehendak. Ini negara demokrasi. Negara menjamin serikat. Menjamin kebebasan berekspresi. Ini bukan jaman batu, ini era multi milenium. Saya tak terima dengan keputusan konyol bapak. Kalau mau mengharamkan, kenapa ndak dari dulu-dulu. Kenapa baru sekarang. Maaf Bapak, ini jaman sudah terbuka. Pemaksaan kehendak sudah harus dikubur hidup-hidup." Sehabis nyerocos di muka bapaknya, Rohman mengambil asbak. Dilemparkannya ke jendela. Tak ayal, bunyi pecahan berderai. Si emak yang lagi masak di dapur kaget. Berlari sambil membawa kayu berukuran jumbo ke ruangan.

Rohman makin kalap. "Sekarang emak pilih siapa? saya atau dia!" suaranya meninggi. Emak celingukan. Tapi merasa dibentak, perempuan itu tak terima. "He, anak setan. jaga ucapanmu ya. Bentak-bentak emakmu. Tak punya tata krama kamu..." kayu ditangannya melesat mengincar tubuh ringkih Rohman. Dengan gerakan ringan, Rohman berkelit. Televisi layar datar menjadi korbannya. Remuk layarnya.

"Hentikan.." suara serak lelaki tua itu cukup menggelegar. Baik Rohman maupun emak tersentak. "Sedari perayaan tahun baru kemarin, saya sudah memutuskan. Tak akan ada lagi perayaan serupa. Lihat, dengar,.. apa yang dirayakan? keberhasilan di tahun ini? keberhasilan tai kucing.... harapan di tahun mendatang? cuih, harapan apa lagi. Kita ini sudah terlalu banyak menyimpan harapan-harapan. Pepesan kosong semua. Dari dulu, hidup kita ya begini ini. mau tahun berganti setiap hari, ya seperti ini. Apa yang perlu kita banggakan dengan perayaan bodoh semacam itu."

Rohman dan emak terdiam. Mulutnya terkunci rapat. Ceramah bapaknya tampaknya meruntuhkan argumentasi Rohman. Sementara emak yang tak tahu menahu, hanya mengirup napas panjang-panjang. Apalagi ketika TV kreditannya peceh ruah macam itu. Runyam. Tiba-tiba dari dapur, terdengar ledakan. Lalu suara bercuitan menghambur ke sana-sini. Ketiga penghuni itupun kalap. melihat api yang semakin besar, mereka berhamburan ke luar. Kembang api Rohman meluluhlantakan kediamannya. LPG 3kg sebagai pemicunya. Beberapa warga nampaknya prihatin. Mereka berjaga-jaga di sekitar lokasi. Takut apinya ke mana-mana.

#Januari'15

Robot

Menjelang pergantian tahun, tragedi raibnya pesawat air asia menjadi perbincangan hangat. Sebelumnya, longsor di daerah Banjarnegara menjadi perhatian serius nasional. Tentu saja tidak pada tempatnya menghubung-hubungkan bencana di penghujung tahun dengan stigma apa saja. Semisal, presidennya X sehingga menimbulkan kutukan bencana. Wah, barangkali terlalu horor dugaan-dugaan semacam itu.


Aku telah membaca beberapa koran nasional pagi ini. TV di depanku masih menyala. Ini sudah hari ketujuh raibnya pesawat naas tersebut. Sebenarnya tak ada keluarga maupun kerabat yang menjadi penumpang pesawat tersebut. Tetapi hanya memuaskan libido ingin tahu saja. Nah, di sinilah celakanya. Semakin ingin tahu, maka media-media kita sepertinya tahu juga apa yang khalayak maui. Semua diberitakan. Meskipun pada intinya, pesawat masih belum ketemu. Tim penyelamat masih melakukan evakuasi di titik-titik terduga, meskipun sejauh ini belum menampakkan hasil yang nyata.

"Apa yang dilakukan media itu sudah keterlaluan. Ini namanya eksplorasi kesedihan. bayangkan saja, pemberitaannya itu lho, kadarnya sudah lebay. Masa, penumpang yang menjadi korban malah di blow-up satu-satu. Mulai sejarah hidupnya, inilah, itulah..." teman sekantorku uring-uringan. "keluarga korban dan kita para warga yang peduli, tak ingin pemberitaan semacam itu. Berilah kami harapan meskipun secuil. Bukan opera sabun yang menghabiskan air mata. Beri kami ini pencerahan. Stop inteview bodoh semacam, bagaimana perasaan anda?, apa harapan anda?.., tai anjing semua" Merasa mendapat teror demikian aku tak siap. maka dengan beberapa gerakan ringan, kutinggalkan temanku yang terus nyerocos.

Sekitar pukul 10, pekerjaanku sudah beres. Lantai sudah bersih. Minuman-minuman di meja-meja bos-bos sudah tersedia. Apalagi yang kutunggu, pada jam ini juga, ada liputan ekslusif tentang pencarian peswat yang hilang itu. Segera aku menuju ruang dapur. Di sana, ternyata teman-temanku sudah berkumpul. TV sudah nyala. Sekilas kulihat masih iklan.

"Wah, terlambat kamu. Pesawatnya sudah ketemu." ujar Rohim sambil terkekeh. Aku terkejut. Padahal aku berharap, tak ketemu sama sekali. Biar pemberitaan semakin panjang durasinya. Sudah bisa dipastikan. Kalau pemberitaan musibah itu selesai, maka kami harus kerja lebih keras lagi. Bos-bos akan keluar dari arena kesedihan dan hal cengeng yang diciptakan media. Tentu saja, kami korbannya. kami akan jadi robot lagi. bekerja terus, sementara upahnya menjerit-njerit.

#Desember'14

Serunya Menjelang Kenaikan BBM


isu hari ini: BBM akan naik secepatnya

oktober berlalu, hujan tak juga turun-turun
kartu perdana seluler, ramai ditukarkan
dengan biji semangka. sementara di pusat
kartu kita sehat dan kartu kita pintar
resmi diluncurkan ke udara
sebagai alibi

 november: bula pahlawan dan kisah heroik mallaby
parlemen tandingan dan cita cita mejadi dokter
lahir kembali dalam kalender yang terpasang
di sudut-sudut kemiskinan dan pengangguran.
perlu diskusi untukmendatangkan hujan.
pawang dan pemburu hantu menjadi keynote speaker
lalu diskursus dibangun atas nama kelompok,
sementara ketiak zaman sudah lama
tak diberi reksona.

merokok dapat membunuhmu.
tak merokok juga pasti mati.
lalu masalah apa lagi?
BBM mesenger atau BBM minyak,
please perjelas dulu sebelum menguap. atau
sebelum memarfumi ketiak malam yang sudah pekat akut.

toh, biar saja naik. biar juga turun
mereka sudah nyerah rupanya.
tak ada uang beli reksona

sekian


#4Nov14/Krian pinggir jalan

Bongkahan Salju, Kulit Putih, dan Kartunis 3 Juta Eksemplar

Ada saatnya, waktu diajak melacur.

sepertiga malam,
ada baiknya kebebasan model eropa direset ulang.
antara ekspresi dan sekat kebencian. antara cinta dan keliaran imaji.

Dunia kita
dipijak oleh udaraudara putih,
salju, kepingan kepingan dolar dan euro. sementara nasi jagung dan ketela bakar, sibuk mempromosikan dirinya.

udara kematian dan selongsong peluru,
kartun-kartun sang nabi, demokrasi,
demonstrasi.

masih sibukkah kita
menonton televisi?

"ingatlah Nak, Nyo.. Eropa dengan segala keagungannya menyimpan borok yang bau menyengat"*

*nyai Ontosoh pada Minke

14 Jan 2015 22:40:41

Sepanjang Taman Itu Aku Berteduh

Aspal yang basah
aromanya
menggelayut di pelupuk mata. Antara bias 'niat ingsun' dan 'niat liyan', seperti hujan dan kemarau....

Kaum papa lahir
dikerdilkan zaman,
seperti mesiu
dari pistol tuannya
melesak di ujung perjalanan.

dan
tanah rantau
selalu mengajari
cara cara bertahan
dari paceklik sawah dan ladang. dari gedeblug juga mara bahaya.

sementara
Goresan takdir, sepenuhnya menjelma kartun-kartun propaganda itu. kata mereka, ini musuh demokrasi. tapi bagi kini, itu merubah takdir.

malaikat bersayap
putih.

Januari 2015