Menu

Puisi (60) Resensi (19) Opini (17) Sastra (16) Cermin (15) Menjadi guru (13) Teror (9) Sabda Pemilik Kampung (8)

Sabtu, 25 Desember 2010

Antologi bersama

BUKAN KARENA BODOH

Oleh: Susanti

Jarum weker di meja belajar Putri sudah menunjukkan pukul enam pagi. Gadis kecil berambut poni itu tetap asyik meringkuk di balik selimutnya yang hangat. Padahal, hari ini adalah hari pertama Putri masuk sekolah. Setelah menikmati libur panjang.

Hari ini, Putri tak punya semangat untuk menyambut tahun ajaran baru itu. Putri merasa malas untuk menjalani hari-harinya belajar di sekolah. Mama sudah bolak-balik membangunkannya, namun Putri tak menghiraukannya.

”Putri, ayo bangun. Sudah semakin siang tuh. Nanti kamu terlambat ke sekolah”, kata mama untuk kesekian kalinya. Putri tetap saja meringkuk tidak mau beranjak dari tempat tidurnya. Ia pura-pura tidur nyenyak.

Kali ini kesabaran mama habis. Ditariknya selimut yang menutupi tubuh dan kepala Putri. Dengan halus diguncang-guncangkannya pundak gadis kelas empat itu.

”Ayo bangu, Putri. Kalau tak mau bangun, mama panggilkan papa nih”, goda mama. Pelahan-lahan Putri membuka kedua matanya yang bengkak, karena terlalu banyak tidur.

”Putri enggak mau bangun”, kata Putri bandel.

”Putri enggak mau sekolah kalau mama dan papa tidak memindahkan Putri. Putri kan, malu tidak naik kelas.”

Mama melihat putri dengan iba.

”Baik, nanti mama bicarakan sama papa. Tapi, sekarang kamu mandi dulu”, ujar mama melembut.

Mama bilang ke papa apa yang dikeluhkan Putri. Papapun menghampiri untuk membujuk Putri. Papa menasehati Putri untuk tidak malu waktu masuk sekolah. Putri tercenung mendengar kata papa. Dia teringat sakit yang dideritanya sewaktu ulangan kemarin.

”Nah, sekarang Putri mandi. Habis mandi, kita sarapan bersama”, kata Papa kemudian.

Ternyata apa yang ditakuti Putri tidak menjadi kenyataan. Dia sangat bersyukur, karena teman-temannya lama maupun yang baru bersikap baik padanya. Putri pun kembali bersemangat belajar di sekolahnya.

****

KENANGAN TERINDAH

Oleh: Ela Oktaviasari

Kenangan-kenangan terindah yang tak bisa aku lupakan begitu saja. Kenangan di saat bahagia, kenangan di saat aku sedih. Semua kenangan yang aku lewati bersamanya, berdua kita lalui bersama yang tak akan dapat kulupakan. Karena hanya dengan kenangan itulah aku masih mengenangnya, masih menyayanginya, mencintainya, sampai detik ini.

Namaku Bella. Cerita di atas merupakan sebagian dari ceritaku yang ingin aku bagi dengan kalian. Kenangan yang aku lalui dengan seorang cowok yang bisa membuat hidupku lebih berarti. Sebut saja namanya Ferdy, aku bertemu dengannya saat aku datang ke rumah sakit untuk memeriksakan keadaanku. Dulu aku adalah seorang wanita yag tidak bisa melihat, karena kecelakaan beberapa tahun silam.

Pertama kali aku bertemu dengannya aku merasakan bahwa dia merupakan seseorang pria yang berhati mulia. Sopan santun. Meski aku tidak bisa melihat, tetapi aku bisa merasakan kebaikannya yang benar-benar tulus kepadaku. Sejak pertama kali aku bertemu dengannya, semakin lama aku semakin dekat dengannya. Ferdy merupkana salah satu dokter yang bekerja di rumah sakit, tempat ku check up setiap Minggu.

Semenjak aku bertemu dengannya di rumah sakit. Dia sering mengunjungiku dan datang ke rumah. Dia juga sering menemaniku untuk check up di rumah sakit. Semakin hari kita semakin dekat. Tiada hari kulewati tanpa dirinya di sisiku. Dia selalu menemaniku kemanapun, bahkan dia enyemangatku agar aku tidak putus asa meskipun aku tidak bisa melihat wajahnya. Tetapi hal itu tidak penting bagiku. Yang terpenting ialag, aku dapat merasakan kasih sayang yang tulus darinya.

Hingga pada suatu saat, ada kabar yang menggembirakan bagiku. Pihak rumah sakit tempat orang yang bersedia mendonorkan mata untukku. Aku sangat senang mendengar hal tersebut, tetapi sayang sekali Ferdy tak ada di sampingku. Dia tak menemuiku di saat aku mendapatkan donor mata.

Proses operasi yang mengengkan pun telah kulalui. Aku berdebar saat dokter membuka perban yang melekat di mataku. Dengan perlahan-lahan aku membuka mata, pertama kali kumembuka mata hanya bayangan gelap yang kulihat. Tetapi secara perlahan, tiba-tiba aku melihat cahaya yang semakin lama semakin terang. Akhirnya kau melihat dunia yang telah lama tak kulihat. Di sampingku ada kedua orang tuaku, tetapi aku tidak melihat sosok seorang pria yang aku harapkan itu, Ferdy.

Sejak aku dapat melihat lagi, aku tidak pernah bertemu Ferdy lagi. Kemana dia pergi, tak pernah kutahu. Bahkan wajah orang yang aku cintai itu tak pernah kulihat.

Semenjak saat itu, aku takkan pernah lagi melihatnya. Sungguh aku merindukannya, orang yang selama ini aku sayangi hilang begitu saja. Saat itu aku hanya bisa mengenangnya dalam hatiku saja. Dan aku tetap mengenangnya dan menyayanginya hingga kapanpun.

****

CINTA DI SMK

Oleh: Rachma Inovasi Utama

Hari ini tepat 5 tahun setelah aku lulus sekolah. Rencananya, sekolahku akan mengadakan reuni bersama lulusan 2005-2006. aku tidak tahu apakah dia akan hadir orang yang mengajariku apa itu cinta. Orang yang selalu kutunggu kehadirannya. Orang yang selalu kurindu senyumannya dan orang yang selalu masih ku ingat wangi parfumnya. Dia adalah cinta pertamaku di SMK Andi Firmansyah.

Andi Firmansyah sebuah nama yang akan selalu ku ingat dalam hatiku. Dialah cinta pertama sekaligus sahabat karibku di SMK. Berawal dari perkenalan singkat, kami berdua tumbuh menjadi sahabat. Andi sahabat yang baik dan selalu membuatku ketawa. Kedekatan kami sampai membuat teman teman-teman berfikir kami pacaran. Tapi itu semua tidak benar, kami berdua hanya sahabat.

Tanpa kusadari aku mulai terus memikirkannya, menunggu kehadirannya diam-diam terus memandanginya. Tetapi aku masih belum menyadarinya bahwa itulah cinta. Aku mulai sadar justru saat kami bermusuhan. Hanya karena masalah sepeleh aku menjauhinya. Entah mengapa hari itu aku sungguh kesal karena dia tak menungguku. Padahal aku sudah bilang tunggu sebentar di depan gang, soalnya aku masih memakai seragam. Padahal aku ingin kami berangkat sekolah bersamanya.

Eh, malah aku ditinggal. Sungguh kesal rasanya. Akhirnya aku memutuskan untuk menjauhinya selama sehari. Niatnya sih, agar dia sadar. Tetapi malah ini dianggap betulan olehnya. Alhasil kami musuhan selama satu bulan lebih. Di saat itulah aku mulai merasa kehilangannya. Aku merindukannya. Aku membutuhkannya. Tapi aku masih mempertahankan gengsiku aku tidak mau jujur padanya bahwa aku merindukannya. Tak terasa sudah sebulan lamanya aku tidak berbicara dengannya.

Sampai pada suatu saat di hari ultahku, dia adalah orang yang pertama mengucapkan selamat ulang tahun untukku. Padahal waktu itu kami masih belum baikan. Aku terharu mendengarnya karena kufikir dia sudah melupakannya. Di saat itulah aku sadar bahwa aku telah menyukainya. Setelah ulang tahunku hubungan kami semakin baik. Kami tidak bermusuhan lagi. Tapi masih belum bisa menyatakan perasaanku kepadanya.

Mungkin, sampai kapanpun aku tidak akan bisa menyatakan perasaanku kepadanya. Aku hanya bisa menyimpannya dalam hati.

Lima tahun telah terlewati...

Hari ini aku bertemu dia kembali. Perasaanku ternyata belum mati sampai saat ini. Hanya aku yang tahu. Hanya hatiku yang menyimpannya rapat-rapat. Satu nama saja: Andik.

****

RINDU UNTUKMU SAHABAT

Oleh: Eka Oktavia Sari

Aku anak SMP yang baru kelas 3. Aku punya beberapa sahabat yang cukup akrab, yaitu: Nurul, Muji, Besila, dan Wiwit. Kami suka sekali berjalan-jalan bersama. Bercanda setiap sore di taman dekat sekolahanku. Kami merupakan sahabat yang sehati, layaknya saudara kandung.

Suatu sore yang cerah, kami mengunjungi sebuah kolam renang di pinggir kota. Kami menghabiskan liburan bersama, setelah seminggu penuh bercengkrama dengan kesibukan. Kegembiraan kami dikejutkan oleh sikap Muji. Raut mukanya pucat setelah menerima telepon.

”Ada apa?” kataku penuh tanya. Nurul menyerahkan sebotol air mineral pada Muji.

”Kenapa denganmu?” tanya Bella kemudian. Muka Muji makin pucat. Tampak air matanya berkeruh.

”Kita harus berpisah teman”,jawab Muji sambil terisak. Kelihatan sekali kegalauan di hatinya.

”kenapa?” kata kami bertiga. Entah kenapa, pertanyaan kai hampir bersamaan.

”Besok, aku harus ke Kalimantan. Dan aku akan tinggal di sana selamanya”

”Tapi, apa alasannya dengan semua ini?” sergah Nurul penasaran.

”Ayahku mau pindah dinas di Kalimantan selama 10 tahun. Sekarang akkemas-kemaa dulu untu besok”, katanya bergetar. Pipinya basah oleh air mata yang mulai tadi mengalir.

Kamipun bergegas pulang dengan perasaan sedih. Di depan kami telah menghampar cerita lain. Kehilangan sahabat.

****

Matahari sudah terbit ketika aku masih tergolek di kamar. Semalaman tak bisa tidur. Kenangan bersama Muji senantiasa singgah di benakku. Perasaan tak rela melepas kepergiannya. Pagi itu aku bergegas mandi dan ganti pakaian, kemudian ke pelabuhan untuk melepas sahabat karibku. Sialnya, kunci motorku tak ada di tempatnya. Dengan uring-uringan aku mengobrak-ngabrik isi kamarku. Untunglah, ternyata kunciku masih nempel di motorku. Tak berfikir panjang lagi aku melesat ke pelabuhan. Di sepanjang perjalanan, air mataku tak bisa kutahan.

Di pelabuhan pagi itu, sudah nampak beberapa sahabatku mengerumuni Muji. Akupun kemudian larut dalam suasana haru. Kupeluk di dengan sejuta kenangan yang telah tersemai. Tak ada satu katapun mampu kuucap. Entahlah, mungkin hanya air mata ini yang mewakili perasaanku.

****

CINTA SEGITIGA

Oleh: Putri Windah Laksani

Dia datang pada saat di mana aku sedang merasa kehilangan hari-hariku yang emmbosankan dan menyedihkan. Aku baru saja putus cinta. Awal aku dekat dengannya karena tidak sengaja mengirim sms. Setelah itu kami kami sering bertukar cerita, bertelepon ria.

Entah kenapa dan kapan cinta itu hadir dalam hatiku dan aku juga tak mengerti mengapa cinta itu datang begitu cepat. Dan yang lebih tak kumengerti, kenapa aku harus mencintainya? Padahal kita tak pernah menyapa meski satu kelas.

Aku tak mengerti isi hatinya. Apakah dia merasakan hal yang sama dengan yang kurasa. Entahlah, aku tak tahu. Mungkin jika hubunganku ”berteman”, dia akan menjadi teman yang baik untukku selalu mendengar keluh kesahku setiap hari. Jika ”berpacaran”, em.., mungkin dia akan menjadi pacar yang setia untukku.

”Brian, aku merasa nyaman ada di dekatmu. Aku merasa nyaman bila di dekatmu, mendengar suaramu, tawamu, candamu, dan nasehatmu yang membangkitkanku di saat sedih.” begitulah suara hatiku yang kerap berkecamuk selama ini.

Seandainya Brian datang lebih awal dari Fikar. Pasti aku akan jatuh cinta pertama kali padanya. Aku mengenal Fikar sewaktu duduk di bangku SMP. Namun, sekarang rasa itu sedikit demi sedikit mulai menghilang. Tetapi kekagumanku pada Fikar tentang banyak hal masih ada. Entahlah.

Saat ini aku coba untuk memilih salah satu diantara mereka. Walau sulit, aku harus bisa memilih yang terbaik untukku. Walau ku tahu aku tak bisa. Tapi aku harus mencoba dan terus mencoba untuk bertahan satu cinta. Itu prinsipku.

Ku akhiri kisah ini dengan nyanyi hatiku yang sunyi. Hati yang ahrus memilih antara kehilangan dan kehadiran.

Terkadang......

Tuhan mengetahui yang terbaik untuk kita.

Dia memberi kesusahan untuk menguji kita

Terkadang..........

Ia pun melukai hati kita

Agar hikmahnya tertanam sangat amat dalam

Jika kita kehilangan cinta.....

Maka Dia mempunyai alasan di balik itu.

Alasan yang mempunyai teka-teki

Namun kita harus tetap percaya

Bahwa ketika ia akan mengambil sesuatu

Ia telah siap memberi yang lebih baik.

Mengapa kita menunggu?

Karena menunggu mempunyai

Tujuan tersendiri..

****

BUAH PERJUANGAN

Oleh: Sri Utami

Seperti biasa pada penerimaan raport semester 1, Dino hanya tersenyum kecut. Rangkingnya Cuma ke 25 atau terbawah. Berarti impiannya untuk memiliki sepeda BMX harus ditunda. Ayah hanya mau membeli ban jika rangkingnya meningkat.

”Jangan sedih No,” hibur Rani, sahabatnya. Hanya gadis itu mengetahui betapa inginnya Dino mengayuh sepeda baru. Namun sayang.

”Masih ada waktu. Sekarang semester 1, masih ada semester 2. Kamu harus lebih giat lagi belajar, mengejar ketinggalanmu”, nasehat Rani.

”Kamu pasti bisa. Kamu tidak bodoh, hanya malas.”

***

Ketika Dino mengeluarkan buku raport, nampak sekali guratan kecewa ibunya. Ibu memang tidak marah, namun Dino tetap merasa tidak enak. Anak itu hanya tertunduk kemudian bergegas menuju kamar.

Setelah lelah, Dino tertidur pulas. Ia terbangun, setelah mendengar ketukan pintu yang cukup keras.

”Buka kak Dino, ini aku”, itu suara Toto, sepupu Dino. Dino segera turun dari tempat tidur dan membuka pintu.

“Wah, kamu tambah gemuk sekarang”, sapa Dino akrab. Mereka kemudian berpelukan. Maklu, lama tidak bertemu. Selanjutnya mereka tenggelam dalam obrolan yang cuku mengasyikan. Tentang teman sekolah, guru, sampai pelajaran. Kebetulan umur mereka memang sebaya.

“Akhir-akhir ini, aku mengalami kesulitan belajar”, aku Dino.

“Materi yang diberikan di sekolah seperti menguap begitu saja”, lanjutnya perlahan.

“Mungkin kakak tidak memperhatikan, ketika diterangkan”, timpal Toto. Dino hampir membantah, namun dibatalkan. Ia merasa ucapan Toto ada benarnya. Pembicaraan yang santai itu berhasil membuka kesadaran Dino. Apalagi setelah Toto menceritakan jadwal kegiatannya yang padat.

Liburan sekolah membawa perubahan besar pada Dino. Kini Ia lebih tekun belajar. Jika kurang mengerti, Ia tidak segan-segan bertanya. Bahkan bersama Rani & Mona, mereka belajar bersama tiap sore. Perilakunya di kelas juga berubah total. Sebutan si biang onar, sudah tidak pantas lagi di sandangnya.

Ternyata apa yang dikatakan Rani benar. Dino adalah anak yang cerdas. Buktinya, dalam beberapa kali ulangan, Ia sudah mampu mengungguli nilai Rani, bahkan Itok sang juara kelas. Sampailah pada UTS yang berlangsung tenang. Semua murid berusaha menyeleseikan soal. Sebaik mungkin khusunya mata pelajaran matematika, yang terkenal sulit.

Sedang asyik mengerjakan, tiba-tiba Dino merasa punggungnya di lempar sesuatu. Ketika dipungut, ternyata kertas berisi contekan. Belum sempat membuang, Pak Hadi terlanjur menaruh curiga. Dino mulai nampak gugup, ketika Pak Hadi berjalan mendekat. Demi membaca kertas contekan itu, wajah beliau langsung memerah. Guru matematika itu memang dikenal killer.

“Kamu nyontek, ya??” ujarnya dengan suara berang. Semua perhatian langsung tertuju pada kejadia tersebut.

”Bukan, Pak. Ada yang melempar dari belakang”, jawab Dino lugu.

”Alaaaa.... ngaku saja. Kamu pasti ingin nambah nilai,” kilah Itok, sang juara kelas.

”Iya, lagaknya saja sok isyaf. Dasar juru kunci!”, timpal Koko. Akhirnya, Dino dipanggil Pak Hadi ke kantor. Rani ikut bersedih melihatnya. Anak itu tahu. Dino tidak mungkin melakukannya.

Bersamaan bel berbunyi, hasil ulangan dibagikan. Rani sempat tertarik dengan tulisan Itok yang lucu. Karena huruf A nya berbentuk segitiga. Saat itu tiba-tiba Rani ingat tulisan yang ada di kertas contekan itu. Ketika dicocokkan benar-benar sama persis. Berarti perbuatannya adalah sangat licik. Tergesa-gesa Rani melaporkan perempuannya kepada Pak Hadi dengan membawa bukti kertas contekan tersebut. Setelah diselidiki lebih lanjut, ketahuan kalau Itok pelakunya. Ia tidak suka Dino menyaingi prestasinya.

Kejadian itu semakin mengobarkan semangat Dino. Ia terus belajar, sehingga pada semester berikut, namanya diumumkan sebagai pemegang rangking pertama.

”Selamat, No”, tutur Rani senang.

”Terima kasih, Ran. Semua karena kamu”, balas Dino.

”Bukan No. Kamu berhasil karena perjuangan sendiri,” ujar Rani pasti.

Dino sangat bahagia bukan karena sepeda BMX yang baru dibelika ayah, tetapi karena bisa membuat orang tuanya bangga.

****

CAHAYA HATI

Oleh: Nurul Azizah

Sejak kematian Ibunya, sikap Zahra berubah seratus delapan puluh derajat. Sekarang dia nggak pernah sholat, nggak pernah ikut pengajian di masjid dan dia telah melupakan Allah apalagi sekarang dia nggak pernah pakai jilbab dan selalu mempertontonkan auratnya. Sepulang dari diskotik, Zahra langsung menghempaskan tubuhnya ke ranjang. Matanya memandang langit-langit kamar cukup lama. Dia terhanyut dalam lamunannya dan baru sadar ketika suara adzan berkumandang begitu merdunya. Tanpa ia sadari, tubuhnya menggigil. Air peluh tiba-tiba mencucur dengan derasnya. Hatinya bergetar begitu dahsyatnya.

”Ya Allah, serunya.”

Saat mengucapkan itu ada kerinduan-kerinduan yang tersimpan dan ada kepedihan-kepedihan yang menyayat. Betapa rindunya dia dengan sebutan ”Allah” itu. Atanya mulai berkaca-kaca dan tak lama kemudian beningan putih itu mengalir deras di sela-sela pipinya. Setelah mendengarkan suara adzan matanya kini tertuju pada rak buku itu. Tiba-tiba saja ada yang menggerakkan kakinya untuk melangkah ke arah rak buku itu. Dipandangnya dalam-dalam ayat suci Al-Quran itu. Tanpa disadari, buliran putih mengalir lagi.

”Berapa lama aku melupakan-Nya?” tanyanya dalam hati. Buru-buru Zahra menuju dapur untuk minum dan menenangkan hatinya. Langkahnya terhenti saat mendengar lantunan ayat suci al-Quran yang begitu merdunya. Lagi Zahra terhanyut dala perasaannya dan dia juga tidak sadar kalau ayahnya membuka pintu kamarnya.

”Zah, kamu ngapain di sini?” tanya ayahnya bingung.

”Oh......e,, nggak ada apa-apa kok yah!” jawabnya terbata-bata.

”Kok kamu gugup gitu sih?” tanya beliau heran. Tanpa ia sadari mulutnya bergerak dan menyatakan.

”Yah, ajarin Zahra ngaji lagi ya! Soalnya Zahra sudah berubah. Semuanya. Zahrah sekarang sadar betapa lama Zahra melupakannya. Saat Zahra mendengar suara adzan tadi. Tiba-tiba tubuh Zahra menggigil dengan begitu dahsyatnya dan Zahra juga sadar.

”Mungkin Allah murka sama Zahra, dan mungkin Allah maafin Zahra?” ujarnya tulus dengan uraian air mata.

”Allah pasti maafin kamu!” kata ayagnya dengan penuh keyakinan.

”Tapi Zahra sudah lama melupakannya!” lirihnya parau. Beliau meletakkan kedua tangannya di atas pundak putri semata wayangnya. Di tatapnya mata Zahra dalam-dalam.

”Zah...Allah pasti maafin kamu, bukanlah Allah adalah maha pemaaf.. Allah akan maafin hambaNya kalau benar-benar mau bertobat. Sekarang Allah telah membuka mata hatimu. Sekarang saatnya untuk memperbaiki diri dan jangan biarkan rasa menyesal menyelimuti hatimu di hari kelak”, terang ayahnya dengan penuh rasa keyakinan dan rasa haru.

”Sekarang ambil wudhu dan sholat berjamaah sama ayah. Kebetulan ayah belum sholat isya.”

Tanpa babibu, Zahrah langsung melangkah ke kamar mandi untuk ambil wudhu. Kemudian sholat isya bersama ayahnya. Seusai sholat, hatinya begitu tenang. Setenang malam sunyi.

“Ya Allah…. Maafin hamba. Hamba telah melupakanMu begitu lamanya. Tapi engkau masih menerimaku sebagai hambaMu”, doanya dengan uraian air mata. Malam semakin larut. Suasana begitu sunyi. Hanya bunyi jangkrik dan lantunan Al-Quran. Zahra nggak akan lagi tidur sebelum dia benar-benar bisa membaca Al_Quran lagi.

Jam satu malam Zahra bisa tidur dengan tenang. Betapa bahagianya dia bisa membaca Al-Quran lagi.

***

Pagi ini benar-benar cerah. Burung-burung menyanyi dengan begitu merdunya, dan air embun masih berada di atas dedaunan. Zahra kelihatan lebih anggun dengan rok merah mudanya. Dipadu dengan busana muslimah yang sangat serasi dengannya. Dia langsung turun ke bawah untuk sarapan. Sesudah sarapan disambarnya tas kuliah dan langsung memacu kecepatan mobil dengan kecepatan sedang.

Tiba di kampus semua mata tertuju padanya. Mungkin mereka menyangka gadis dari Jakarta yang nyasar ke kampus mereka. Dengan santainya Zahrah berjalan menuju kelas. Seolah senyuman mengembang di wajah anggunnya. Pagi ini, benar-benar cerah. Secerah hatinya saat ini. Secerah cahaya Illahi.

****

LONCENG CINTA

Oleh: Sumri

Pagi itu sangat cerah, seperti perasaan dua sahabat yang bernama Abel dan Nico. Mereka hendak berangkat sekolah bersama karena jarak dan sekolahan tidak terlalu jauh. Sehingga mereka memilih jalan kaki. Di perjalanan mereka berbincang.

”Bel, gimana pacar barumu, baru berjalan satu minggu sudah nggak jelas.” kata Nico jutek.

”David maksudmu?”

”Emang ada lagi?”

”Sembarangan kamu itu. Mana putri cantik yang sering kamu banggakan?” sergah Abel sinis.

”Dia sudah punya pacar Bel, seminggu lalu” jawab Nico pelan. Dalam hatinya, Nico tertawa pedih. Karena tak lain, putri yaitu Abel sendiri. Sahabatnya selama tiga tahun belakangan ini. Namun begitu, Nico tak berani mengungkapkan persaannya.

Setelah pulang sekolah, Nico dan Abel tidak langung pulang. Mereka berjalan-jalan di sebuah Mall. Keduanya tampak memasuki toko pernak-pernik. Abel memegang sebuah lonceng. Ketika berniat membeli, ternyata dompetnya ketinggalan. Tanpa sepengetahuan Abel, Nico membeli lonceng itu.

***

Sebulan kemudian, pengumuman lulusan pu tiba. Nico yang sudah berencana kuliah di Jakarta, tak memberi tahu Abel tentang rencananya. Hingga keperegian Nico pun tak diketahui Abel.

Pada suatu sore, Abel yang ingin ke rumah Nico harus menerima bahwa Nico telah kuliah di Jakarta. Mama Nico memberikan kotak putih dengan bungkus rapi kepada Abel.

Setiba di rumah, Abel pun membuka bungkusan putih itu dan isinya berupa kaset dan rekaman suara. Setelah diputar, terdengar lantunan merdu Nico menyanyikan lagu peterpan ”tentang semua kita”. Kemudian terdengar suara Nico lembut.

“Abel, itu tadi lagu yang sering kita dengerin bareng. Dan sekarang aku nyanyiin buat kamu. Bel, aku mau ngomong ma kamu ya. Mungkin menurutmu ini konyol. Tapi inilah yang aku rasakan tiga tahun bersahabat denganmu. Kau harus tahu, siapa putri yang sering kuceritakan sama kamu dulu. Dia adalah kamu.Yah, Abel, sahabatku yang teramat kucintai. Maaf ya bila ini menyinggung perasaanmu. Em, lonceng di kotak putih itu sengaja kubeli untukmu. Dulu kamu berniat membelinya, tapi dompetmu ketinggalan. Maka, tanpa sepengetahuanmu aku membelinya. Bel, aku mohon kamu gantung lonceng itu di jendela kamarmu. Bila lonceng itu berbunyi, tandanya aku merindukanmu. I Love you Abel.”

Setelah mendengar rekaman Nico, Abel mendengar kabar dari kakaknya Nico, jika Dino sejam yang lalu kecelakaan parah saat berangkat kuliah. Dan Dino pun tak terselamatkan akhirnya. Mendengar berita itu Abel benar-benar terpukul. Di kamarnya Abel berulang-ulang memutar rekaman itu dengan air mata terus berurai. Sayup-sayup lonceng di jendela kamar Abel berbunyi