Menu

Puisi (60) Resensi (19) Opini (17) Sastra (16) Cermin (15) Menjadi guru (13) Teror (9) Sabda Pemilik Kampung (8)

Jumat, 21 Oktober 2011

Saya Sudah (Tidak) Jenuh

Saya mulai jenuh. Maka saya putuskan untuk berjalan-jalan. Sore hari yang begitu cerah. Surabaya memang lagi akrab dengan suasana cerah. Hujan sudah enggan bersua lagi. Entahlah, kapan waktu lagi saya bisa menikmati suasana seperti ini. Sebenarnya saya tak ceria-ceria amat di sore ini.

Asmaraku bergulat dengan kesepian. Sebenarnya siapa sih yang ingin seperti itu. Tidaklah, saya normal. Saya ingin semua berjalan dengan biasa. oh, tidak. Saya orangnya dalam hal-hal tertentu (prinsipil) saya menaikkan level. Maka saya menduplikasi diri saya untuk tidak menjadi biasa.

Inilah mungkin yang orang rasakan atau lebih tepatnya mereka menilaiku dengan semua perilakuku yang di luar kewajaran. Perlu dicatat juga, sebagaimanapun itu, saya bertanggung jawab dengan kewajaran (entah orang lain menganggap tak wajar).

Saya mengajar. karena profesi saya menjadi pendidik. Saya tak mengeluh hal ini, karena bidang ini memberiku aneka asupan energi. Saya hanya jenuh pada situasi dan kondisi yang seperti itu saja.  Seperti ini saja. Sesekali saya ingin melompat. membuat perubahan. menggemparkan publik. tentunya saya raih itu dengan prestasi saya (menurut saya prestasi).

Di sanubari. Di dada. tertancap dengan gagah, bahwa saatnya nanti impian saya akan tergelar dan kugenggam. Sekarang, di akhir paragraf saya tak lagi jenuh pada hidup. Pikiran saya plong. maka, kalau sudah begini, jangan hadang dan jegal kaki saya. Karena semua akan sia-sia.

Minggu, 09 Oktober 2011

Haloo saudara pengunjung

Pak Shodiq (Lurah Kampung PT 505)
Setiap menulis di blog, saya selalu memosisikan sebagai penulis beken. Hahahaha, obsesi atau apa saya sebenarnya juga tak paham. Awal mula (curhat) saya sekedar iseng untuk menuntaskan isi kepala. Tetapi lama kelamaan saya punya pikiran bahwa blog ini akan berguna. Berguna bagi siapa aku tak tahu. Toh, kadang-kadang blog ini juga tak berguna bagiku.

Setidaknya iu dulu, namun sekarang beruntung banget. Akhirnya jerih payahku menulis di blog terbayar. Bayaran memang belum tentu uang, namun lebih dari itu: sebuah kepuasan. Saya tiba-tiba menjadi orang penting, Ketika melihat daftar pengunjung di blogku. Entah mereka sekedar terperosok atu sengaja mampir di Kampung Penyu Tempur 505.

Sekarang, menu kontrol blogspot lebih canggih. Kita mudah untuk mengutak-atiknya. Salutlah buat penyedia layanan ini. Saya apresiasi kerja keras mereka dalam membuat sebuah jejaring sosial.Lalu, untuk pembaca setia (kalau ada) atau yang tak sengaja terperosok, selamat menikmati apa-apa yang ada di kampung ini. Nuhun/terimakasih/thanks/gratzie

Sabtu, 08 Oktober 2011

sepnjang mata-mata

kembali ada sore yang mengingatkan kita akan dua hal.

saat mataku membenturmu, kau mulai berkerumun
dalam lesatan-lesatan rindu. Menyemut mengikuti kibasan rambut perakmu.
saat itu, kita sudah melupakan masa lalu.

memanjat reruntuhan monumen yang kau reka, saya terus terang terharu.
bagaimana mungkin saya berjalan tanpamu?

dua hal itu melesat-lesat begitu saja.

sesuatu akan terasa indah pada waktunya. bukankah begitu?

ajajabejat

Ajaja menukik. Laik camar menembus kawalan senja. Lesap.
Segunting rambut, sekaku asmara. Meledak melalui tubuh kurusmu.
Merancau asma-asma-asma-asma tak jelas.
riuh-resah. Darahku melamun. Menjajaki lorong-lorong
hatimu..

Cukup cintaku, jangan berulah lagi.
Di sini aku mengupas kulitku dengan pisau bergerigi.
asma ajaja asma ajaja ajaja ajajaja
perempuanku tergeletak.
Kedua matanya meruap senja. merah darah. ajajajajajaja.

jajabejat.

jus rembulan

Saya selalu suka malam hari
memotong-motong rembulan
lalu membikinnya jus

hal terindah ialah menyedot jus
dari potongan rembulan tadi.

lalu

terlelap
sejenak

ya, sejenak untuk
memburu jejak bibirmu

(Penghujung September, di reruntuhan Balai pemuda. malam hari)

dan

jauh sebelum semua seperti ini
kita pernah melintasi tawa-tawa berderai
bersama

lalu seperti teka-teki, kau mudah sekali
mencuri kegelisahanku
mengabadikannya pada kilang-kilang minyak
di lepas pantai hatimu

menyesakkan memang,
mulai saat itu tubuh kita sepertinya amnesia
pada banyak hal
pada kebersamaan
tertawa
saling pandang
dan

hal-hal yang dulu mengikat kita

siapa saya?

Surabaya, tengah malam, 2011

Menggoyang UAN

Sudah beberapa dekade, Ujian Akhir Nasional (UAN) menjadi topik pembicaraan yang hangat. Pro dan kontra saling menjegal satu sama lain. Tulisan saya di sini hanya sekedar nimbrung saja, syukur-syukur kalau menjadi bahan pertimbangan (pertiabangan siapa? penulisnya saja tak berpengaruh. heheheh).

Kalau urusan parameter dan kontrol, UAN memang haru ada. Dengan demikian kita bisa melihat mengukur sampai sejauh mana. Tetapi bila urusannya menjadi semacam pintu gerbang untuk syarat kelulusan, tunggu dulu, perlu ada rasionalisasi lain. Apakah itu?

Era KTSP, membuat sekolah kembali menggali potensi yang ada di wilayahnya. Intinya lokalitas menjadi acuan dari kurikulum, tentu saja tetap berpijak pada standar yang ada. Nah, karena setiap daerah mempunyai ragam perbedaan yang sulit untuk diseragamkan maka standar universal untuk meluluskan peserta didik menjadi beresiko.