Menu

Puisi (60) Resensi (19) Opini (17) Sastra (16) Cermin (15) Menjadi guru (13) Teror (9) Sabda Pemilik Kampung (8)

Sabtu, 27 Desember 2014

Menjadi Guru 13

#Habis

Menjadi guru merupakan panggilan hati. Versi saya tuh. Saya percaya, ketika sebuah pekerjaan di mulai dari hati, semua akan lancar jaya (umumnya). Namun terkadang, meskipun dari hati, manusia selalu diganggu yang namanya kelabilan. Antara ikhlas dan tidak, antara sabar dan kebalikannya. Begilah dua kutub saling tarik menarik. Mungkin di situlah keunikan sekaligus keindahan sifat manusia.

Kalau saya memutuskan untuk tidak menjadi guru, tentu saya telah menimbangnya berat-berat. menakarnya masak-masak. Hingga lahirlah eksekusi pilihan tersebut. Konsep panggilan hati di awal, tampaknya punya banyak gangguan teknis maupun non teknis. Tapi, saya tak mau menyalahkan di luar diri saya. karena jelas, ini pilihan saya sendiri. Tanpa paksaan lagi. maka, nyinyir sambil memuntahkan kesalahan pihak lain, bukan hal bijak. Meski pikiran-pikiran semacam itu tumbuh subur di kepala. Sabar, begitu kata kuncinya.

Hal paling mendasar yang amat mengganjal, yakni hubungan psikis yang terjalin antara saya dan murid saya. Susah sekali diterjemahkan, ketika harus jauh dari mereka. Namun, biarlah resahku menjadi nyanyian privat. Saya harus berjalan ke arah berbeda. Menyimpan rindu, kekesalan, dan seabrek teka-teki yang tak mungkin saya pecahkan.


Kamis, 18 Desember 2014

Gerimis

Gerimis baru saja usai. Tentu saja jalanan menjadi basah. Karena tuntutan usaha, Karim harus berangkat ke Bandung malam itu juga. Perjalanan malam bukan sesuatu yang baru. lelaki ini sudah berulangkali berkendara dari kota satu ke kota satunya. Tak peduli siang atau malam. Bahkan hujan sekalipun. Ia merintis usahanya sudah lama. Besok siang, Ia ada janji dengan pengoleksi batu akik. Maka, sehabis gerimis ia langsung tancap gas. Motor matic kesayangannya, melaju perlahan menembus dinginnya malam. Setengah jam berlalu, ia akhirnya sampai di tepi hutan. Dua polisi yang sedang bertugas, menghentikan laju motornya.

"Malam, Pak. Kondisi jalan tidak memungkinkan. Hujan barusan telah membuat beberapa pohon tumbang. Maklum anginnya kencang juga". Karim berpikir keras. Tak mungkin Ia pulang. Untuk memutarpun, rasanya akan membutuhkan waktu yang cukup lama. Jalan ini merupakan akses tercepat. "maaf pak, saya sudah terbiasa dengan kondisi macam begini Pak. jadi izinkan saya lewat. Bila perlu, bapak kawal. Nanti untuk urusan administrasi, dijamin beres.." Dua polisi itu nampak terkejut. "Ini bukan soal tawar menawar pak. Ini aturan. Tak ada hal-hal tawar menawar seperti itu. Ini bukan pasar. Ini sudah aturan. Aturan pak" salah seorang polisi itu nampak jengkel.

Sederhana

Si anak hanya minta handphone. Tangannya menunjuk ke etalase. Ayahnya cemberut. Mungkin harganya mahal, atau mungkin modelnya yang tidak cocok. Tapi sang ayah tak paham model. Tak paham fungsi. Di sini si anak lebih jago. Hafal. Mana yang fiturnya canggih, lumayan canggih, dan tidak canggih. Sang ayah hanya tahu isi dompetnya berapa. Jika harus beli yang itu, buat makan ayam-ayamnya nanti apa. Sebelum itu istrinya akan marah-marah bila tak ada uang belanja. Meskipun sang istri bekerja. Tapi uang belanja toh menjadi wajib. Belum lagi biaya anu itu untuk sekolah anaknya.

Si anak terus merengek. Bahkan suaranya kini terdengar. kalau tadi hanya setengah berbisik. Kasak kusuk. Sekarang tindakannya lebih berani. Menangis. Mengucek ngucek mata. Kakinya dihentak ke lantai. Berkali-kali. Musik di galeri handphone itupun sedikit terganggu. Pengunjung juga terganggu. Satu persatu mereka melihat si anak. Ternyata mata-mata itu sebuah energi. Suara tangisan si anak semakin kuat. Volumenya. Di pipi, air mata terus mengucur. Bajupun mulai basah.

Menunggu

Beberapa hari ini, ada beberapa hal yang selalu kuingat menjelang tidur. Pertama, apa yang akan kami makan besok sekeluarga. Kedua, bagaimana cara menghadapi juragan kontrakan yang telah memberi tenggat waktu untuk membayar sewa. Ketiga, dan ini yang paling penting saya pikir,  apakah harus banting stir dari pekerjaan sebagai guru? Ini imbas dari kenaikan BBM beberapa waktu lalu, praktis semua barang, jasa, dll ikutan naik pula. Sementara gajiku sebagai guru swasta, honorer pula, tetap segitu mulai dulu. Di satu sisi, saya mengemban tugas kemanusiaan; mencerdaskan kehidupan anak bangsa, tetapi di sisi berbeda, perut keluarga kami tidak bisa ditipu. kami perlu makan untuk hidup. Perlu tempat tinggal untuk berteduh. Praktisnya, kami perlu uang untuk hidup.

Beberapa kali juga, saya tergiur untuk bekerja di pabrik. Mereka punya standar upah yang tinggi. Tiap tahun, dengan militansi solidaritas, selalu berhasil menaikkan gaji mereka. Sedangkan kami? Ah, sepertinya kami hidup di awang-awang. Sebagai pahlawan yang selalu kilau oleh janji surga. Memang, tidak semua guru yang begitu. Bagi yang sudah PNS, tentu mereka lebih beruntung. Dewasa ini, sebenarnya sudah ada semacam sertifikasi untuk mengerek pendapatan guru. Tapi sekali lagi, itu birokratif dan tentu saja berbelit-belit. Banyak juga yang lolos tapi bayarannya tak kunjung keluar.

Desember

Desember. Musim penghujan benar-benar menepati janjinya. Kasan berteriak di lapangan sebelah masjid, saat gerimis sore itu. Musim kemarau yang panjang, menyita banyak hal aktivitas kampungku. Praktis, tanpa air, ladang menjadi gersang. Sungai yang menjadi andalan terakhir kami, menjadi barang langka. Hanya kedung (cekungan tanah yang terisi banyak air di aliran sungai) menjadi andalan kami. 

Kami harus menuruni tebing curam untuk mencari air. Di sungai tadah hujan itulah, kebutuhan kami akan air ditambatkan. Pada musim kemarau berkepanjangan, aliran air sudah pasti mati. Air yang menggenang di kedung itulah yang menolong kami. Kami mandi di kubangan air yang tak mengalir . Beberapa dari kami berenang di kubangan itu. Persis seperi kerbau. Tapi, jangan coba-coba berenang bila ada orang tua yang mandi di sana. Karena tak mengalir, pastilah airnya akan keruh. Nah, dimarahi orang tua bukan sesuatu hal yang menarik, bukan? Apalagi bila sampai kencing di sana, pastilah akan banyak hujatan dan kutukan.

Minggu, 16 November 2014

Menjadi Guru 12

#SEHABIS

Ada hal-hal yang perlu dirayakan. Saya pikir itu wajar saja. Dan, saya larut juga dalam euforia itu. OSIS baru, yang tentu saja muncul wajah-wajah baru telah menyelesaikan satu event yang saya bisa menyebutnya, cukup sukses. Bukan tidak sukses, bukan sangat sukses, tapi cukup sukses. Kalau saya beri kisaran point, di atas KKM lah.

Hari pahlawan tahun ini puncaknya Jumat kemarin, Well, semua berjalan seperti yang sudah kami rencanakan. meskipun ada beberapa hal yang di luar ekspetasi saya. Penampilan peserta lomba yang energik, dance ala vony yang eksotis, komedi ala XII APK1 yang gokil, serta tontonan tetater jendela besutan pak Abraham yang cukup memukau. Alhasil, dari tahun-tahun sebelumnya, saya setuju dengan statement pak Wandi, tahun ini pahlawannya lebih jos.

Sebelum acara dimulai, kendala yang besar yakni bagaimana menyiasati tempat acara. maklum, seiring waktu, kendaraan yang parkir di halaman sekolah, membludak meeen. Mulai dari ninja, vixion, ducati, hingga sepeda angin-anginan yang bannya sering kempes, bisa kita jumpai di parkiran. Itu belum lagi sumbangan kendaraan dari SD dan SMP. Jadi semacam showroom lah mungkin tiga tahun mendatang. Satu lagi, beberapa pohon yang ditebang tempo hari membuat kulit siswa yang biasa spa dan ke salon gosong bila siang hari (hahaha).

Lalu, lainnya lagi, sebagai sekolah kompleks tentu ada masalah bila membuat event di halaman. Apalagi kalau bukan suaranya bikin gaduh tetangga SD dan SMP. Bahkan, demi itu, mas Choir sempat tanya ke guru SD tentang keberadaan siswanya sore hari. Akhir cerita, semua bisa diatasi. Maksudnya begini, suara sound bikin kelas SMP yang berada di belakang panggung super terganggu. Saya kasihan juga sama gurunya sebenarnya, sempat beberapa kali ke luar melihat kondisi. Tapi ini kan acara mulia, jadi tak ada hal-hal ricuh. malah, anak SD dan SMP larut juga dalam goyang Dumang. meski yang paling ribet diaturnya itu, anak SD. Anak SMKnya ke mana??? Tenang, mereka berdesakan di balkon. bahkan kelas XIAPK2 membuat sebuah spanduk dari darah ayam yang bertuliskan kata-kata motivasi.

Rabu, 12 November 2014

8 dan 2

anakku,
jantungmu mulai berdetak
lamat-lamat di balik layar


ada degup bahagia
meletup di mata kami...


anakku,
perjalanan masih panjang nak..
berjalanlah sebagaimana takdirmu
kelak
akan kubasuh telingamu dengan asma-Nya
agar dunia berhenti sejenak
merapal namamu

Pulang, Taraaaaaa....


Akhirnya, setelah lama...... rumah ini kembali saya kunjungi. Tentu bukan karena sebab lain hal. Ah, keberadaan fesbuk dan dunia android agak merenggangkan hubunganku dengan blog ini. Inilah, kita seringkali dihadapkan pada pilihan-pilihan baru. Pilihan pilihan yang menyulut rasa ingin tahu kita, sehingga terkadang ninggalin sesuatu yang kita punya sebelumnya. "lak yo, sedih se...." begitulah kata murid-muridku ketika bergurau.

Saya dibangunkan oleh rekan seprofesi blogger (profesi yang lebih mulia daripada maling :D). "Ayo, penyu tempur, gimana kabarnya? Ayo bangun. Ayo nulis...." ujarnya. Saya cuma bisa ketawa. jarang sekali ada yang peduli dengan rumah blogku. Yah, berawal dari sana, beberapa hari kemudian, kuintiplah kampung penyu tempurku. Alhamdulillah, masih baik. Meski tanpa pembantu dan satpam, tak berkurang jua isinya. Lalu, malam ini, tepatnya pukul 00.00 WIB, kubuka rumahku. Kubersihkan beberapa kotoran yang lengket di sana-sini.

Tentu saja ada beberapa hal yang menarik. Dulu, terakhir posting, saya masih sendiri alias bujangan. Sekarang sudah beda. Tuh, istriku lagi tidur sama calon bayiku di kamar. bahkan, suaranya tak lelah-lelah memanggiliku. "Bie, besok kerja lo. Ayo istirahat"... Hadeh, untung saja stok kesabaran saya masih dalam kategori aman terkendali.

Menikah, yah, dulu susah sekali membanyangkan kata itu. Ribetnya ini itunya, lalu pas dikerubungi banyak orang, sungguh bayangan-bayangan horor. namun semuanya, berhasil juga saya lewati. lain kali akan saya bocorkan momen-momen bersejarah dalam hidupku (haha, sok penting). Well, pagi buta alias dinihari ini, saya telah kembali menempati rumah penyu ini. Semoga diberikan energi lebih untuk senantiasa berbagi informasi yang tentunya tidak penting sama sekali. Byee....


Menjadi Guru 11

#PERGI

Salah satu murid yang pernah dekat denganku, tadi pagi berpamitan. Katanya hendak ke kalimantan. Di sana ia akan bekerja di rumah pamnnya. bagian percetakan buku, kalender, sablon kaos dll. Saya cukup terharu.

saya akrab dengannya juga tak begitu lama. tepatnya ketika dia kelas XII, semester dua. Saat itu, mas Taufiq Qliquers Mbulet, terlibat perseteruan catur dengan pak Ahmad. lalu merembet adu cerdik catur denganku. Saat itu, bahkan sering nginap di kosku. kalau sudah tanding, jarang sekali saya menang. lebih sering kalah. pak Ahmad juga. Rama Singgih, pacarnya Cipoet Enchiem (Hakim), juga selalu kalah bila main catur dengan mas Taufiq.

Bahkan, saat pernikahanku, bersama mas Toni, dia ikut berpartisipasi full time. Mulai menjadi pengantar, hingga jadi tukang syuting dadakan. Kalau ingat itu, saya ingin sekali menangis. Apalagi ketika kami main tebak-tebakkan di kos bersamanya dan Rama Singgih, kelucuannya terkenang.
Secara pribadi, saya suka. Dia cekatan. pintar matematika. dan, dia mampu membuktikan jika nilai Un Bhasa Indonesianya dapat 8. Padahal, ketika keas XI, saya tak begitu dekat. bahkan cenderung "bermusuhan". Saya masih ingat, saat hari jumat itu. Bersama geng pantai, dia terlambat sekolah. Alasannya shalat dulu. Tapi alasan demikian kumakan saja. Sehingga dia marah marah. selain itu, perubahan sikapnya usai prakerin juga amat radikal. lebih urakan.

memang pada mulanya kedekatanku dengannya sebatas, guru dan murid. tapi kini, lebih mungkin. Saya sudah menganggap dia teman, bahkan adik. Sebelum berangkat, ku ceramahi beberapa hal. Agar di perantauan bisa jaga diri. karena bagaimanapun juga, kumpul dengan selain orang tua selalu berisiko tak harmonis.

Sebelum pulang, dia minta maaf padaku bila selama ini ada salah. Saya hanya bisa tersenyu, sambil memebrikan tanganku untuk dicium. ketika dia mulai jauh, air mataku tak kuasa kutahan. Sukses selalu mas.

Salam Pak Shodiq

Jumat, 17 Januari 2014

Siluet Tengah Malam

tarian persembahan sebentar lagi dimulai
berjajar rapi cahaya sorga yang terlihat begitu lusuh
perjalanan panjang membuatnya tergugup rapuh.
ini memang bukan seperti yang diajarkan para orang suci. ini inisiatif.

babi hutan mulai bersiaga. kepak kelelawar
senantiasa berjumpalitan di udara. bekas gerimis
membuat sebagian yang lain terlelap. candu tidur
tak lepas lelah.

gong berbunyi nyaring. gemuruh tepuk tangan dewa.
tak ada yang berteriak. semua larut dalam desau angin pagi.
pasukan embun, sengaja berhenti meratap.
menghibur dirinya yang lelah bertugas.

sebelum manusia membawa batu dengan pongahnya,
tarianpun perlahan meruap menanti dinginnya subuh.

berlalu.

*menjelang eksekusi patin 00.01/14-01-13

Bukan


begini, maaf saya harus mengawali dengan kata begini. tentu supaya tidak begitu. maksud awalnya kira-kira demikian.
**
sepulang kerja, cukup larut. dua saudara kembar, sebut saja Barok Julliardz dan Aam Kamil (yang awal bukan nama sebenarnya) sudah bertafakur di kos. nama pertama sibuk dengan rapor siwa-siswanya. nama kedua asyik menikmati siaran tv. sebelum itu, nama pertama menghubungiku akan mampir ke kos 10 jam yang lalu (sekitar pukul 12 siang). tapi karena hal dan adat istiadat, baru saat itulah cita-cita nama pertama kesampaian, bertafakur di kos.

Perjalanan 1

Sore januari. Disela-sela takdir penciptaan. Hujan berhenti. Oksigen-oksigen berderit berjejal menumpuk di cakrawala. Kemerahan. Terbenam.

Bila boleh meminjam takdir, akan kutukar bola mataku untuknya. Tapi jalan ini tidak mengenal bila, andai, kalau, dan sejenisnya.

Mari berhenti meratapi takdir. Nasihat kaum bijak. Maka berhentilah. Nasihat pengikut kaum itu.

Dan, apapun itu, udara malam samar bergegas. Perlahan menghitam menuju dermaga.

‪#‎menjelangmalam‬ sby-lumajang