Menu

Puisi (60) Resensi (19) Opini (17) Sastra (16) Cermin (15) Menjadi guru (13) Teror (9) Sabda Pemilik Kampung (8)

Senin, 22 Agustus 2011

SATIN MERAH dan GENERASI POSTGAPTEK

Penuh suspense. Generasi postgaptek pasti keranjingan. Berawal dari sebuah penelitian menjadi siswa teladan se Bandung, pembunuhan tak terhindari. Di selingi seputar sastra sunda plus tokohnya. Sederhana, menggeliat dan lagi2 suspense.
Suspense. Menegangkan. Begitulah, novel "Satin Merah" mampu menciptakan suasana yang sama sekali tak terduga. Dengan latar belakang teknologi kekinian plus kehidupan remaja (SMA) mampu merajut jalinan cerita nan rumit dan memukau.

Saya pikir pembaca yang Gaptek akan mengalami sedikit kendala untuk memahami novel ini. Karena justru permaianan teka-tekinya berada pada ranah generasi postgaptek. Nadya, tokoh yang menjadi buah bibir dominan dalam "Satin Merah, siswa SMA akhir, ingin meneliti geliat sastra sunda untuk makalahnya dalam ajang siswa teladan se Bandung. Segera saja ia berburu nara sumber. Yahya Soemantri (sastrawan kawakan sastra sunda). Didi Sumpena (editor kriminal salah satu majalah/cerpenis). Nining (penulis). Itulah nama-nama yang menjadi objek penelitian Nadya, sayangnya mereka semuanya terbunuh di tangan gadis beliau tersebut.

Sebagai bahan referensi saja, novel ini menarik bila dicermati lewat ranah psikologis. Psikologis sosok Nadya tentunya. Bagaimana semuda itu mampu berbuat sadis? latar belakang apa yang membuatnya demikian? keluarganya bagaimana? sahabat terdekatnya? misteri akan lebih kaya bila anda mencoba membaca novel ini lewat ranah psikologi. meskipun pintu-pintu lain masih terbuka untuk mencermatinya.