Menu

Puisi (60) Resensi (19) Opini (17) Sastra (16) Cermin (15) Menjadi guru (13) Teror (9) Sabda Pemilik Kampung (8)

Kamis, 18 Desember 2014

Gerimis

Gerimis baru saja usai. Tentu saja jalanan menjadi basah. Karena tuntutan usaha, Karim harus berangkat ke Bandung malam itu juga. Perjalanan malam bukan sesuatu yang baru. lelaki ini sudah berulangkali berkendara dari kota satu ke kota satunya. Tak peduli siang atau malam. Bahkan hujan sekalipun. Ia merintis usahanya sudah lama. Besok siang, Ia ada janji dengan pengoleksi batu akik. Maka, sehabis gerimis ia langsung tancap gas. Motor matic kesayangannya, melaju perlahan menembus dinginnya malam. Setengah jam berlalu, ia akhirnya sampai di tepi hutan. Dua polisi yang sedang bertugas, menghentikan laju motornya.

"Malam, Pak. Kondisi jalan tidak memungkinkan. Hujan barusan telah membuat beberapa pohon tumbang. Maklum anginnya kencang juga". Karim berpikir keras. Tak mungkin Ia pulang. Untuk memutarpun, rasanya akan membutuhkan waktu yang cukup lama. Jalan ini merupakan akses tercepat. "maaf pak, saya sudah terbiasa dengan kondisi macam begini Pak. jadi izinkan saya lewat. Bila perlu, bapak kawal. Nanti untuk urusan administrasi, dijamin beres.." Dua polisi itu nampak terkejut. "Ini bukan soal tawar menawar pak. Ini aturan. Tak ada hal-hal tawar menawar seperti itu. Ini bukan pasar. Ini sudah aturan. Aturan pak" salah seorang polisi itu nampak jengkel.


Karim memutar motornya. Melaju perlahan sambil berpikir keras. "Apa iya ya, pohon sampai roboh? Hujan semacam apa yang turun?".. Setelah dirasa aman, kembali Karim memutar motornya. Melaju perlahan ke arah hutan. Suasana sepi. Polisi yang berjaga ditempat itu tak di tempat semula. Di sepanjang hutan yang dilaluinya, tak ada satu pohonpun yang tumbang. Motorpun Ia kebut. Setelah hampir sampai di pertengahan, Karim dikejutkan oleh cahaya terang jauh di depan. Tentu jelas bukan perkampungan. Rute ini telah ia hafal betul. Maka, ia coba kurangi laju motornya. Semakin pelan. Bahkan, Karim mematikan mesin motornya. Menuntunnya. Menuju cahaya yang begitu terang itu.

"parkir di sini motornya" ujar seorang lelaki betubuh tinggi besar. Sontak saja membuat Karim terlonjak. Bahkan, membuat dirinya terjatuh. Untung saja motornya tak merobohinya. Setelah memarkir motor, Ia mengikuti lelaki itu. Ternyata disekitar cahaya itu, telah berjubel orang-orang. Mereka meminta-minta pada cahaya itu. Seperti pemujaan terhadap dewa-dewa. Tak tanggung-tanggung, di sana tak ada yang bajunya acak-acakan. Semuanya memakai jas, berdasi. Rambutnya rapi. Disisir. Semua khusuk dalam doanya. Wajah-wajah mereka yang semula cerah, mendadak menjadi hitam. legam. Karim bergidik sendiri. Ia berpura-pura melakukan hal yang sama. Bersemedi sambil bibirnya bergerak-gerak.

Di tengah pusaran wajah-wajah yang mulai menghitam, pundak karim ditepuk dengan kasar. pertama ia berpura-pura serius. tetapi setelah tengkuknya dihajar sepatu, ia longokkan wajahnya. Betapa terkejutnya dia, ternyata mereka dua polisi yang tadi menunggu di tepi hutan. Tanpa berbasa-basi, karim digelandang menjauhi tempat itu. Setelah cukup jauh, beberapa kali bogem bertubu menghajar muka, badan, kepala, dan terakhir selangkangannya. Karim tidak melawan. Ia pasrah saja. Mula-mula rasa sakit yang teramat sangat ia rasakan. Kemudian tak merasakan apa-apa lagi. Senyap. Tubuhnya terjerembab.