Menu

Puisi (60) Resensi (19) Opini (17) Sastra (16) Cermin (15) Menjadi guru (13) Teror (9) Sabda Pemilik Kampung (8)

Senin, 10 Mei 2010

Problematika Sosiologi Sastra

Sosiologi sastra mempunyai perspektif jika di dalam karya sastra terdapat kenyataan yang merujuk pada dunia di luar sastra (nyata). Sehingga penelitian sosiologi melibatkan dua disiplin ilmu yakni ilmu sosiologi (ilmu yang mempelajari hubungan manusia sesama manusia) dan ilmu sastra. Kuncinya terletak pada sejauh mana kenyataan yang terdapat pada kenyataan digambarkan oleh karya sastra. Hal ini senada dengan pendapat Teeuw yang menyatakan jika sastra tak lahir dari kekosongan budaya.

Sastra lahir dari imajinasi pengarang (baca: manusia) terhadap lungkungan sosial di sekitarnya. Sehingga mustahil tanpa adanya konteks sosial maka sebuah sastra akan lahir. Sehingga agak bijak bila kita kemudian tak mengabaikan konteks sosial ini.

Tapi sebelum itu kita harus menyadari jika sastra merupakan salah satu jenis seni yang bermedium bahasa. Sehingga kita terlebih dulu menghadapi bahasa ketika berhadapan dengan sastra. Bahasa sastra menurut Lotman adalah bahasa tingkat kedua. Yang berarti jika bahasa sastra mempunyai konvensi berbeda dengan bahasa sehari hari yang digunakan. Kita tak akan mengartikan ”aku ini binatang jalang” sebagaimana arti sesungguhnya bila menhadapi sajak charil Anwar. Keambiguan inilah merupakan ciri khas bahasa sastra.

Namun demikian, ada konsep awal yang perlu kita pahami untuk mengkontrusi cara berpikir kita bila berhadapan dengan sastra, yakni konvensi kesastraan itu sendiri. Bila kita memegang novel, kita pasti tahu bila apa yang akan kita baca merupakan kejadian yang tak pernah terjadi atau setidaknya tidak bisa dipertanggung jawabkan secara hukum apa yang terjadi di dalamnya (kevalidannya). Hal ini berbeda bila memegang buku sejarah, sains dan sebagainya. Inilah konvensi kesastraan, karena seperti di awal, jika sastra merupakan imajinasi, pergulatan batin pengarang dengan permasalahn yang dihadapinya. Oleh karena itu Luxemberg dkk, berbicara perihal fiksionalitis sebagai ciri sastra.

Nah, ketiga konvensi itulah yang menjadi problematik penelitian sosiologi sastra. Karena kenyataan yang ada dalam karya sastra merupakan kenyataan yang berdiri sendiri dengan konteks soialnya.