Menu

Puisi (60) Resensi (19) Opini (17) Sastra (16) Cermin (15) Menjadi guru (13) Teror (9) Sabda Pemilik Kampung (8)

Selasa, 30 Juni 2015

Yatim

Yatim selama Ramadhan, tepatnya hingga dua minggu ini, sudah mendapatkan undangan buka bersama sebanyak sepuluh kali. Sesuai dengan namanya, Yatim, memang benar-benar yatim dalam artian yang sesungguhnya. Ayahnya meninggal semenjak Ia masih dikandung Ibunya. Konon, Ibunya yang tak kuasa merawatnya menitipkan di panti asuhan. Hingga kini, Ibunya kerap berkunjung ke panti. Sebuah perjanjian dengan panti, membuatnya harus menunggu usia 30 tahun untuk mengambil buah hatinya. Sedangkan Yatim kini baru berusia empat tahun.

Panti asuhan yang menaunginya bernama panti asuhan Sederhana. Sesuai namanya yang sederhana, Yatim hidup bersama rekannya dengan amat sederhana. Bahkan cenderung mendekati kekurangan. Sebenarnya pantinya memiliki banyak donatur. Panti Sederhana bahkan sudah buka cabang di empat kota besar. Yatim tinggal dengan enam belas anak yatim piatu. Kisahnya macam-macam. Pada intinya mereka membutuhkan bantuan. Sedangkan pengurus pantinya berjumlah sepuluh orang. Jadi, bantuan yang ditujukan kepada anak panti, sepersekian diolah juga untuk menggaji sepuluh pengurus. karena mereka mengurus panti bukan karena mereka peduli, tetapi lebih tepatnya mereka bekerja. Dan hal yang demikian bukanlah sebuah kejahatan.

Sore itu, di undangan yang kesebelas, panti asuhan Sederhana akan menghadiri sebuah undangan buka bersama dengan seorang pejabat di kotanya. Karena kuota peserta buka seratus orang, maka pengelola panti mencari tambah sisa peserta. Mengingat panti Sederahana hanya memiliki 16 penghuni. Namun dalih pengurus, penghuni panti dibedakan menjadi dua. Yakni aktif dan pasif. Penghuni aktif berarti mereka memang hidup full di panti. Sementa pasif, tetap tinggal di rumah orang tuanya. Penghuni pasif biasanya mendapat bantuan rutin bulanan. Semisal biaya sekolah dan lainnya yang memang diperlukan. Jadi menurut data yang ada di meja tata usaha, di kota S penghuni panti mencapai 200 orang.

Dengan iring-iringan mobil yang menjemput mereka, peserta buka persama menuju rumah pejabat itu. Yatim dan kawan-kawannya memakai baju stelan putih-putih. Dibagian belakang baju, tertera nama panti asuhan lengkap beserta alamat dan rekening donasi. Di bagian depan, sebuah logo dan sebuah motto: saling berbagi-sangat berarti. Karena letak panti Sederhana agak menjorok ke pinggiran kota, maka perjalanan menuju pusat kota bisa dibilang cukup lama. Ditambah lagi cita rasa jalanan kota, macet.

Pejabat itu telah menyiapkan jamuan dengan istimewa. Tempat dan jamuan, serta ustad yang memandu acara telah dipilih yang terbaik. Beberapa media lokal telah berada di rumahnya sehari sebelumnya. Tuan rumah telah menyiapkan reservasi buat mereka. Sembari menunggu kedatangan anak panti, pejabat tersebut melakukan prosesi wawancara. Sesi dibuka oleh asisten pribadi si pejabat. Wartawan-wartawan yang telah menginap inipun antusias menanyai si pejabat.

"Bapak, saya salut dengan aktivitas sosial ini. Selain jamuan dan persiapan yang serba istimewa, nampaknya Bapak juga memiliki alasan tersendiri dengan menggelar acara ini?"

"Silakan satu lagi penanya. Baik, yang pake peci biru."

"Terima kasih moderator. Bapak, apakah acara seperti ini rutinitas tahunan atau pada waktu tertentu saja? Semisal ada pilkada atau sejenisnya?"

Ruangan yang sebelumnya riuh, menjadi hening seketika. Wartawan berpeci biru menjadi sasaran perhatian.

"Maaf, dari media mana mas"? ujar asisten si pejabat.

"Mohon maaf, saya dari Delik Deluk Press. Maaf sedikit terlambat dari undangan. Saya baru saja datang."

Si pejabat mukanya menjadi masam. Asisten langsung bersikap cepat.

"Baiklah, sesi pertanyaan ditambah menjadi lima penanya"

Pertanyaan basa-basi seperti yang telah direncanakan segera diutarakan. Muka si pejabat agak lebih ceria. Saat menjawabpun, pertanyaan nomer dua diletakkan di bagian akhir. Sampai akhirnya sesi wawancara tiba-tiba dipotong oleh beberapa security.

"Maaf, Tuan. Di luar ada polisi. Hendak menemui Tuan."

Si pejabat dengan nafas mendengus keras, segera bangkit dan menuju ke pintu utama. Kemarahan sekaligus kejengkelannya menyatu.

"Mohon maaf Pak. Apakah Bapak akan mengadakan buka bersama dengan 100 anak yatim piatu dari Panti Sederhana?"

Pejabat yang dipenuhi dengan kejengkelan itu hanya mengangguk.

"Kalau begitu, Bapak harus ikut kami sekarang juga."

"Hei, apa-apaan ini. Sudah menganggu ketenanganku, sekarang kamu menyuruh-nyuruh saya. Belum tahu kalau aku bisa merekomendasikan kalian agar kamu kamu dimutasi. Saya ini kenal dengan pimpinan kalian."

"Mohon maaf Bapak. Rombongan dari panti Sederhana, jam 15.00 sebagian terlibat kecelakaan. Dari empat mobil, hanya satu mobil yang lolos dari kecelakaan maut. Semua korban berhasil dievakuasi, namun sebagian nyawanya tak bisa tertolong"

Wartawan yang dari tadi rupanya mengikuti si pejabat, langsung menyerang polisi dengan berbagai pertanyaan. Dari dalam rumah, Pak Ustad berlari tergopoh-gopoh menuju ke tempat keributan. Suara musik religi segera berkumandang. lamat-lamat dan semakin keras.

(Prambon, 22 Juni 2015)