Menu

Puisi (60) Resensi (19) Opini (17) Sastra (16) Cermin (15) Menjadi guru (13) Teror (9) Sabda Pemilik Kampung (8)

Minggu, 18 Januari 2015

Tahun Baru

Rohman meronta-ronta. Keputusan bapaknya yang mengharamkan perayaan tahun baru, membuatnya berang. Padahal, jauh-jauh hari ia sudah merencanakan strategi menyambut tahun baru. Rumahnya akan disulap menjadi arena perang. Kembang api juga sudah ia pesan, dengan uang muka hasil menggadaikan motor bututnya. Empat kambing kurus kering piaraannya, bahkan sudah pasti untuk jamuan.

"Bapak tidak bisa memaksaka kehendak. Ini negara demokrasi. Negara menjamin serikat. Menjamin kebebasan berekspresi. Ini bukan jaman batu, ini era multi milenium. Saya tak terima dengan keputusan konyol bapak. Kalau mau mengharamkan, kenapa ndak dari dulu-dulu. Kenapa baru sekarang. Maaf Bapak, ini jaman sudah terbuka. Pemaksaan kehendak sudah harus dikubur hidup-hidup." Sehabis nyerocos di muka bapaknya, Rohman mengambil asbak. Dilemparkannya ke jendela. Tak ayal, bunyi pecahan berderai. Si emak yang lagi masak di dapur kaget. Berlari sambil membawa kayu berukuran jumbo ke ruangan.

Rohman makin kalap. "Sekarang emak pilih siapa? saya atau dia!" suaranya meninggi. Emak celingukan. Tapi merasa dibentak, perempuan itu tak terima. "He, anak setan. jaga ucapanmu ya. Bentak-bentak emakmu. Tak punya tata krama kamu..." kayu ditangannya melesat mengincar tubuh ringkih Rohman. Dengan gerakan ringan, Rohman berkelit. Televisi layar datar menjadi korbannya. Remuk layarnya.

"Hentikan.." suara serak lelaki tua itu cukup menggelegar. Baik Rohman maupun emak tersentak. "Sedari perayaan tahun baru kemarin, saya sudah memutuskan. Tak akan ada lagi perayaan serupa. Lihat, dengar,.. apa yang dirayakan? keberhasilan di tahun ini? keberhasilan tai kucing.... harapan di tahun mendatang? cuih, harapan apa lagi. Kita ini sudah terlalu banyak menyimpan harapan-harapan. Pepesan kosong semua. Dari dulu, hidup kita ya begini ini. mau tahun berganti setiap hari, ya seperti ini. Apa yang perlu kita banggakan dengan perayaan bodoh semacam itu."

Rohman dan emak terdiam. Mulutnya terkunci rapat. Ceramah bapaknya tampaknya meruntuhkan argumentasi Rohman. Sementara emak yang tak tahu menahu, hanya mengirup napas panjang-panjang. Apalagi ketika TV kreditannya peceh ruah macam itu. Runyam. Tiba-tiba dari dapur, terdengar ledakan. Lalu suara bercuitan menghambur ke sana-sini. Ketiga penghuni itupun kalap. melihat api yang semakin besar, mereka berhamburan ke luar. Kembang api Rohman meluluhlantakan kediamannya. LPG 3kg sebagai pemicunya. Beberapa warga nampaknya prihatin. Mereka berjaga-jaga di sekitar lokasi. Takut apinya ke mana-mana.

#Januari'15