Menu

Puisi (60) Resensi (19) Opini (17) Sastra (16) Cermin (15) Menjadi guru (13) Teror (9) Sabda Pemilik Kampung (8)

Minggu, 18 Januari 2015

Robot

Menjelang pergantian tahun, tragedi raibnya pesawat air asia menjadi perbincangan hangat. Sebelumnya, longsor di daerah Banjarnegara menjadi perhatian serius nasional. Tentu saja tidak pada tempatnya menghubung-hubungkan bencana di penghujung tahun dengan stigma apa saja. Semisal, presidennya X sehingga menimbulkan kutukan bencana. Wah, barangkali terlalu horor dugaan-dugaan semacam itu.


Aku telah membaca beberapa koran nasional pagi ini. TV di depanku masih menyala. Ini sudah hari ketujuh raibnya pesawat naas tersebut. Sebenarnya tak ada keluarga maupun kerabat yang menjadi penumpang pesawat tersebut. Tetapi hanya memuaskan libido ingin tahu saja. Nah, di sinilah celakanya. Semakin ingin tahu, maka media-media kita sepertinya tahu juga apa yang khalayak maui. Semua diberitakan. Meskipun pada intinya, pesawat masih belum ketemu. Tim penyelamat masih melakukan evakuasi di titik-titik terduga, meskipun sejauh ini belum menampakkan hasil yang nyata.

"Apa yang dilakukan media itu sudah keterlaluan. Ini namanya eksplorasi kesedihan. bayangkan saja, pemberitaannya itu lho, kadarnya sudah lebay. Masa, penumpang yang menjadi korban malah di blow-up satu-satu. Mulai sejarah hidupnya, inilah, itulah..." teman sekantorku uring-uringan. "keluarga korban dan kita para warga yang peduli, tak ingin pemberitaan semacam itu. Berilah kami harapan meskipun secuil. Bukan opera sabun yang menghabiskan air mata. Beri kami ini pencerahan. Stop inteview bodoh semacam, bagaimana perasaan anda?, apa harapan anda?.., tai anjing semua" Merasa mendapat teror demikian aku tak siap. maka dengan beberapa gerakan ringan, kutinggalkan temanku yang terus nyerocos.

Sekitar pukul 10, pekerjaanku sudah beres. Lantai sudah bersih. Minuman-minuman di meja-meja bos-bos sudah tersedia. Apalagi yang kutunggu, pada jam ini juga, ada liputan ekslusif tentang pencarian peswat yang hilang itu. Segera aku menuju ruang dapur. Di sana, ternyata teman-temanku sudah berkumpul. TV sudah nyala. Sekilas kulihat masih iklan.

"Wah, terlambat kamu. Pesawatnya sudah ketemu." ujar Rohim sambil terkekeh. Aku terkejut. Padahal aku berharap, tak ketemu sama sekali. Biar pemberitaan semakin panjang durasinya. Sudah bisa dipastikan. Kalau pemberitaan musibah itu selesai, maka kami harus kerja lebih keras lagi. Bos-bos akan keluar dari arena kesedihan dan hal cengeng yang diciptakan media. Tentu saja, kami korbannya. kami akan jadi robot lagi. bekerja terus, sementara upahnya menjerit-njerit.

#Desember'14