Menu

Puisi (60) Resensi (19) Opini (17) Sastra (16) Cermin (15) Menjadi guru (13) Teror (9) Sabda Pemilik Kampung (8)

Jumat, 11 Januari 2013

Menjadi Guru 4

RAPOT

itu saja. Tapi gara-gara itu pula, saya harus menahan malu karena beberapa mata pelajaran nilaiku mendapat angka 5. Pertama matematika, jelas saya maklum, ini musuh abadi saya semenjak SD. Kedua Agama, dapat nilai 6. Hah, jelas ini gila. saya tercatat sebagai santri aktif di mushola kampung. Terakhir, mata pelajaran produktif, menggambar elektronik, nilaiku terjun payung di poin 4,5. Saya benar-benar menyerah, saya benci menggambar. Bahkan mungkin semenjak dalam kandungan.

Pagi itu untuk pertama kalinya yang mengambil rapot, bukan orang tuaku. Menempuh pendidikan STM jauh dari kota kelahiran memberikan sensasi yang berbeda. Di SMP setiap semester saya selalu dibanggakan karena nilaiku selalu surplus. Okelah, saya setuju itu masa lalu. Pagi itu saya menunduk ketika Ibu Kosku memberikan rapot kepadaku sambil memberikan wejangan. Telingaku panas. Sepertinya ribuan tawon mengepung kepala. Entahlah saya menjadi manusia paling tidak beruntung.

Semenjak di STM, yang mengurusi segala masalahku di sekolah adalah Ibu Kos. Sudah mendapat mandat dari orang tuaku. Maka, mendapat nilai buruk, menjadi pukulan telak bagiku. Malu pada diri sendiri, pada Ibu kosku, dan ah.. aku telah mengecewakan orang tuaku.. Anehnya, tiap semester saya selalu ada yang buruk nilaiku.

Semenjak STM, memang ada satu kebisaan baru yakni keranjingan Playstation. saat itu masih PS1. Setiap hari selalu ada waktu yang kuluangkan ke rental untuk bermain PS. Maklum di kampungku saya tak menemukan hiburan seperti itu. Mungkin cuma main bola, main layangan, main gambar, dan beberapa permainan ala anak desa. hijrah saya untuk sekolah di salah satu kota besar, memiliki dampak tersendiri.

Aha, ternyata itu dulu. sekarang saya malah didatangi salah satu siswa, sambil menunjukkan rapotnya. Di situ ada nilai 5, dan saya tersenyum saja melihat mata pelajaran bahasa Indonesia menjadi bahan diskusi anata saya dengan murid saya. Saya memahami perasaannya, sebab di luar ruangan, Ibunya tampak menunggu sang anak. Perasaan saya tiba-tiba campur aduk. Apakah saya terlalu kejam? apakah saya terlalu egois? apakah saya raja tega?

Untuk teman-teman semua, semoga rapot yang ada di tangan sahabat semua (meskipun terlambat) silakan dinikmati. yang mendapat nilai bagus, bersyukurlah dan tingkatkan. Untuk yang mendapat nilai kurus kering, bangkitlah untuk menjadi lebih baik. Rapot bukanlah nilai akhir dari segalanya. Bukan vonis. karena saya yakin, teman-teman lebih bagus dan tak terumuskan oleh angka-angka. Selamat kawan..

Salam Pak Shodiq