Menu

Puisi (60) Resensi (19) Opini (17) Sastra (16) Cermin (15) Menjadi guru (13) Teror (9) Sabda Pemilik Kampung (8)

Jumat, 13 Februari 2015

Kancing Yang Terlepas; Indonesia dari Gang Pinggir Menjelang Keruntuhan Orde Lama




  • Ukuran : 13.5 x 20 cm
  • Tebal : 456 halaman
  • Terbit : Desember 2013
  • Cover : Softcover
  • ISBN : 978-602-03-0101-3

Novel kedua di 2015 yang telah saya lahap habis. KANCING YANG TERLEPAS, merupakan sebuah novel berlatar konflik menjelang kejatuhan orde lama. Yang menarik, kita akan disuguhi dari sudut berbeda. Sudut minoritas dari kacamata orang peranakan tionghoa.

Ketika berbicara peranakan, tentu saja bagi pribumi asli akan selalu mengerutkan dahi. Banyak diantara kita menyebut mereka dengan orang cina, kendati mereka jelas orang Indonesia. Inilah yang membuat novel Handry TM menjadi menarik. Penulis membuat alternatif, jika sejarah dilihat dari kacamata peranakan.

Kita bisa identifikasi dari cover novel. Tertulis di situ novel tentang perempuan, politik, dan kekuasaan. Trilogi yang umum sebenarnya. Karena ketiga hal tersebut akan sangat banyak ditemui. Perempuan sebagai obyek memang tak bisa dipisahkan dari politik dan kekuasaan sekaligus. tetapi ketika perempuan berlari antara subyek dan obyek sekaligus, di area inilah Giok Hong (Bunga Lily), tokoh sentral, akan kita dapati.

Giok Hong, tumbuh menjadi primadona di sebuah perkumpulan orkes ternama di masanya,  Orkes Tjina Tjahaya Timoer, yang bermarkas di gang pinggir (baca: pecinan). Pemimpin perkumpulan itu yakni Tek Siang, pengasuh sekaligus kekasih Giok Hong. Intrik kekuasaan cukong-cukong, hingga membuat Giok Hong masuk dalam pusaran kekuasaan dan politik. Setelah hilang beberapa tahun, ia muncul kembali di daerah asalnya dengan nama dan rupa berbeda. Giok Hong menjelma menjadi spionase gerakan bawah tanah. Gerakan ini kelak dikenal dengan sebutan komunis. Tujuannya untuk mendongkel orde lama. menggantikannya dengan negara yang sesuai dengan cita-cita mereka.

KANCING YANG TERLEPAS menyuguhkan juga kepada kita, bagaimana kondisi gang pinggir sebagai miniatur Indonesia pada waktu itu. Tempat yang semula digambarkan sebagai daerah aman dengan varian masyarakatnya. varian kesenian dan dagang khas peranakan. Kini mulai resah oleh isu miring seputar komunis dan perpecahan.  Tek Siang, orang terpandang di kawasan itu mulai digoyang. Mulai didongkel pengaruhnya. Puncak, yakni ketika tentara membekapnya dengan dalih penghancuran dan otak pembakaran di wilayahnya.

Sebagai perempuan, Giok Hong, tampil dengan pemberani. beberapa target politisnya tunduk di bawah kecantikan dan kecerdasannya. bahkan korban terakhirnya yakni komandan militer di kawasan Gang Pinggir. Ia membunuhnya di rumah rahasianya. Metamorfosis dari gadis primadona yang lugu, menjadi kejam nan bengis untuk sebuah cita-cita organisasi. Di sinilah peran indoktinasi menjadi vital.

Secara umum, novel ini memiliki banyak suspense. Sesaat sebelum Giok Hong terlibat intrik politik dan kekuasaan, saya sangat menikmati alurnya. Saya berharap ada hal lain yang ditampilkan pengarang. Meski demikian, penulis sepertinya memiliki alasan tersendiri untuk merumuskan nasib pelaku utama, Giok Hong, menjadi semacam robot.

Kerja yang bagus Mr. handry TM. Sekadar info, novel ini pernah dimuat bersambung di harian semarang medio 22 Nov 2009-24 Juni 2010 dengan judul Giok Hong. Lalu disempurnakan di 2011-2012. Sehingga hadirlah dengan judul sebagaimana disebutkan.

Pada akhirnya, ini salah satu hasil reformasi. bacaan semacam ini akan sangat langka di periode sebelumnya.

(Ruang kerja, 14 Feb 2015/ 08.30)