Menu

Puisi (60) Resensi (19) Opini (17) Sastra (16) Cermin (15) Menjadi guru (13) Teror (9) Sabda Pemilik Kampung (8)

Jumat, 09 Desember 2011

2011 itu



Boleh dibilang murid
2011 perlahan mulai mengepak barang-barangnya. Aku tertegun saja melihatnya. Sebagai sahabat, saya hanya bisa tertegun. Menyaksikan saja. Saya mendukung apa yang diperbuatnya. Tak mudah memang untuk melepas kawan lama untuk selama-lamanya. Setelah setiap waktu kita bergumul. Sedih, canda, dan tetek bengek lainnya. Satu kenyataan yang pasti, semua akan berakhir dan berganti.
Selalu menyisakan cerita. Setiap kepergian. Setiap perpisahan selalu menyisipkan duka yang amat dalam. Saya mencintai tahun ini. Karena di tahun inilah, saya mengawali diri menjadi seorang guru. Tahun inilah teman-teman saya angkat koper dari bangku perkuliahan setelah empat tahun beradu ilmu. Tahun ini juga yang membuat saya sempat meradang ketika dompet saya hilang. Tahun ini pulalah ketika saya harus berharap-harap cemas untuk masa depanku.

2011 sengaja tak memberiku ruang untuk berbicara lebih banyak. Mungkin ini hanya sekedar perasaanku saja. Mungkin itulah pikiran orang biasa. Orang gagal. Meski saya menyebut diri saya tak buruk-buruk amat di tahun ini. Indikasinya, saya mulai hidup sendiri. Menata kehidupan sesuai keinginan. Meskipun tak dipungkiri masih membutuhkan sokongan orang tua.

Untuk sahabat-sahabatku yang telah kembali ke kampung halaman masing-masing, saya berharap teman-teman menjadi sebuah ikon di tempat Anda. Mari menjadi orang yang menghargai sebuah kejujuran dan senantiasa memberikan yang terbaik untuk sesama. Bukannya saya sok, karena saya pun juga masih dalam tahap belajar untuk menjadi manusia yang tidak saja hidup, tapi bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.

Apapun 2011. Dia adalah sahabat kita. Lebih dari sahabat mungkin.