Menu

Puisi (60) Resensi (19) Opini (17) Sastra (16) Cermin (15) Menjadi guru (13) Teror (9) Sabda Pemilik Kampung (8)

Rabu, 09 November 2011

DAHLAN ISKAN SAJA MENYIMPANG




Cukup lama saya menggemari tokoh satu ini. Berawal dari novelnya (lebih tepatnya biografi) tentang pencangkokan hati yang Beliau laksanakan di China. Semenjak itu, lamat-lamat saya mengenal sosok satu itu. Kemudian saya ajgirnya tahu, Dahlan Iskan ternyata pemilik Jawa Pos. Saya kemudian tak bisa membayangkan kekayaannya (meskipun kemudian saya juga tak bisa menghitung bagaimana jerih payahnya mengawali semuanya).

Dahlan Iskan. Saya beru ngeh ketika tiba-tiba beliau ditarik ke Jakarta guna menggawangi Dirut PLN. Seliweran kabar mengenai tingkah beliau yang menyimpang. Misalnya, tak mau mengambil gajinya selama menjabat. Berjalan kaki dari rumah ke kantor PLN (sekitar 30 menit). Lalu bagaimana dia menjawab tudingan ketika dirinya diseret-seret pada kasus Nazaruddin. Saya juga benar-benar ingat, bagaimana dia menjawab salah satu LSM yang mengatakan bahwa ada indikasi penyelewengan dana pada tender PLN (sebuah acara di tv one "JLC"). Semuanya membuat saya menyimpulkan, Dahlan Iskan orang menyimpang.
Ternyata, opini saya terbukti akurat. Setelah membaca bukunya terbaru yang berjudul "Dua Tangis dan Ribuan Tawa", saya semakin yakin bahwa beliau benar-benar orang menyimpang. Ternyata kita belum banyak figur-figur yang berkarakter menyimpang seperti beliau. Maka saya tak ragu lagi untuk mengatakan bahwa kita butuh figur-figur yang berani keluar dari pakem, untuk merusak tatanan yang terlalu prosedural di negara ini. Dahlan Iskan punya semuanya. Karakter seorang pemimpin sejati.

Lagi-lagi, saya baru ngeh yang benar-benar ngeh setelah membaca ""Dua Tangis dan Ribuan Tawa". Sebenarnya buku ini merupakan sarana komunikasi beliau sebagai CEO PLN dengan pejabat-pejabat setempat di seluruh cabang Indonesia. Gayanya khas Dahlan Iskan. Berbentuk reportase, dan jauh dari instruksi apalagi khotbah. Filosofi kehidupan juga banyak kita temukan di sana. Termasuk bagaimana beliau mengakui, bahwa latar belakang sebagai wartawan dan bisnisman mampu mengatasi kegagapan beliau di jabatn baru tersebut. Apa itu??

Sebagai wartawan, kelogisan untuk memilah mana yang penting dan tidak penting menjadi modal. Begitupun saat menjadi bisnisman, berani mengambil keputusan dengan tepat dan cepat juga turut membangun karakter mantan CEO PLN tersebut. Yang juga masih saya simpan baik-baik di almari otak saya yakni filosi gunung dan sungai. Katanya, bila kita mau menjadi gunung, cukuplah yang banyak dewanya. Begitupun kalau menjadi sungai, cukuplah yang banyak naganya. Tinggi dan dalam tak menjadi soal. Begitupun menjalani kehidupan, kita tak perlu hebat dan besar, cukup berguna saja. baik bagi diri-sendiri dan orang lain.

Buku ini pun layak dikonsumsi siapa saja yang ingin berkarakter menyimpang. Mendobrak hegemoni yang terlalu kusut di negara ini. Akhirnya, saya mengucapkan selamat berjuang Pak Dahlan di tuga barumu, menteri BUMN. Sekali lagi, menyimpang itu sehat.