Menu

Puisi (60) Resensi (19) Opini (17) Sastra (16) Cermin (15) Menjadi guru (13) Teror (9) Sabda Pemilik Kampung (8)

Selasa, 15 Februari 2011

Negeri 5 Menara karya A. Fuady

Seberapakah penting sebuah mimpi? Bila itu Anda tanyakan pada Alif Fikri, tokoh utama Negeri Lima Menara, maka Anda akan tahu jika sebuah mimpi adalah hidup itu sendiri. Kalau tak mau bermimpi lebih baik menggali kuburan kemudian tidur selamanya di lubang terakhir itu.

Niatnya untuk melanjutkan pendidikan di SMA dengan berbekal nilai memuaskan di MTS harus pupus, karena Amaknya menginginkan Alif sekolah agama. Cita cita sang Ibu yakni anak semata wayangnya menjadi Buya Hamka, Ulama terkenal di daerah Maninjau. Tapi, Alif yang sempat mogok bicara karena sudah cukup belajar agama di MTS harus memudarkan mimpinya. Akhirnya Alif mengambil sikap jika dirinya hanya mau sekolah agama bila di luar Maninjau. Berbekal keterangan pamannya lewat surat-suratnya dari Kairo, Ia memutuskan untuk mondok di Pulau Jawa. Pondok Madani namanya.

Dari niat setengah hatinya belajar di Pondok Madani, Ponorogo, Alif Fikri ternyata keliru. Dunia Pondok yang dalam konsep umum hanya shalat dan mengaji, ternyata berbeda. Di tempat itu Ibadah, diabstrasikan dalam berbagai macam aktifitas. Ada klub sepak bola, teater, silat, fotografi dan sebagainya. ketika menyadari bahwa untuk bisa belajar di sana harus uji tes dari ribuan peminat, yang nantinya hanya kan ada 300 orang beruntung, Alif menelan ludah. Rasa malunya jika harus kembali ke tanah kelahirannya bila gagal tes membuatnya mati-matian agar bisa lolos.

Man jadda wa jadda. Begitulah sambutan pertama Kyai Rois, pemuka agama pondok Madani. Sebuah mantra pelecut semangat. Siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil. Betul saja dua bulan setelahnya, Bahasa arab dan inggris telah Ia kuasai. Dari situ mulalialah untuk bermimpi. Bersama sohibul menara, Alif dan kawan-kawan ingin mengusasi dunia kelak nantinya.

Pendidikan bangsa ini harus berkaca pada mekanisme Pondok Madani. Sebuah paparan yang penuh disiplin tinggi untuk menggodok siswa-siswanya. Berbekal keyakinan dan kerja keras, selayaknya novel ini menjadi bacaan wajib generasi muda di tengah serbuan media TV.