Menu
Puisi
(60)
Resensi
(19)
Opini
(17)
Sastra
(16)
Cermin
(15)
Menjadi guru
(13)
Teror
(9)
Sabda Pemilik Kampung
(8)
Home » Archives for Januari 2013
Jumat, 11 Januari 2013
Senin, 07 Januari 2013
Menjadi Guru 3
H+
Demam sekolah menjadi titik temu kebisingan pagi ini. Liburan semester
yang hampir tiga mingguan nampaknya sedikit memberikan energi positif
bagi pecandu sekolah, baik itu muridnya ataupun gurunya. Tentu saja saya
ambil bagian dalam kebisingan itu. Pagi-pagi sudah diberi wejangan Ibu
agar membetulkan selokan yang mampet. Alhasil, aku harus bergumul dengan
comberan yang sedikit kurang sedap. Bahkan setelah berkali-kali kucuci
dan kuberi minyak wangi, samar-samar masih tercium aromanya.
Hanya sedkit waktuku setelah bergelut dengan selokan, selanjutnya
melanjutkan kembali rutinitas sebagai guru yang sempat terhenti dalam
liburan ini. Motor kuparkir dengan perasaan agak bahagia, pasalnya belum
terlambat. Segera saja menuju ruang guru dengan menahan rasa sakit di
pergelangan tangan akibat beradu dengan beron selokan. Baunya juga masih
segar. Bau selokan. Menyapa beberapa guru yang berbincang di dekat
mading. Sensasi yang cukup berbeda, mungkin karena jarang berjumpa jadi
memberikan sebuah cetakan kejut yang membuat pikiran menjadi baru.
Setelah merapikan rambut dan memotong kumis di ruang guru, saya
langsung menuju kelas XII APK. Beberapa buku telah kusiapkan. Saya
melangkah dengan pelan. Bau selokan masih kurasakan berpendar dari
tanganku. Di ruang kelas, saya merasa berada di sebuah selokan yang
cukup besar dan di dalamnya banyak wajah-wajah yang melancarkan nada
protes. Musim hujan tampaknya membuat ruang kelas ini menjadi cukup
parah. Air menggenang di sana-sini. Wajah-wajah siswa nampak mendukung
suasana. Muram.
Yang ada di benakku saat itu yakni, bagaimana
agar kelas tersebut menjadi bersih kembali. Bukan itu saja, saya ingin
teman-teman XII APK dengan senang hati dan gembira membersihkan
kelasnya. Ternyata impian saya terwujud, beberapa anak rela mengepel,
membelikan soklin lantai, melepas sepatu, mengambil air berkali-kali,
menyapu. Tentu saja sambil bercanda. Supri yang konyol dengan sepatu
abu-abunya. Agus yang memiliki pengalaman ceria dengan ruang kelas
basah. Bagus yang sedikit senyum tapi cukup telaten. Ratno yang ulet
menyapu dan sesekali mengelap lantai. Hasan dengan senyum simpulnya
membantu agus. Ludia dengan bijaknya memberikan petuah. Begitu juga
dengan eko yang kadang membantu, kadang memberikan masukan. Fatmah,
anggun, rini yang bergantian mengelap meja dan mengambili kursi. Juga
semua siswa yang begitu keadaan bersih langsung berduyun-duyun masuk
kelas dengan sedikit komentar-komentar jenaka.
Saya begitu
terkesan dengan kelas ini. Terimakasih banyak atas kerja kerasnya tadi
pagi. Semoga ndak bosan seperti itu lagi bila sewaktu-waktu hujan lebat.
Kelas kalian merupakan rumah kalian juga ketika berada di sekolah.
Harus ada yang sadar untuk merawatnya. Tentu saja agar kita nyaman di
dalamnya. Tenang saja, beberapa bulan lagi teman-teman akan segera
lulus. Saya doakan semua lancar....
Begitulah. Saya belajar banyak dari kerja keras "sampean".
Salam Pak Shodiq
Menjadi Guru 2
I
Akhirnya sampai juga. Liburan telah menunggu. Setelah enam bulan
berjibaku dengan alat tulis, uang saku, raut guru yang menjengkelkan,
senyum teman yang tulus, dan banyak hal lainnya. Saatnya untuk mengenang
kembali, apakah selama enam bulan yang telah kita jalankan di semester
kemarin, banyak mengubah sikap kita. Mungkin menjadi lebih dewasa,
menjadi lebih percaya diri, atau justru malah menjadi-jadi sifat
buruknya. Sebut saja bertambah malas, sering menguap saat pelajaran,
sering menghujat teman dan guru...
Sederhana saja. Rentang enam
bulan seperti baru kemarin kita jalani. Untuk yang saat ini duduk di
kelas X, bukankah putih biru serasa kemarin kita tanggalkan? yang kelas
XI, bukankah masa-masa kelas X masih segar dalam ingatan? untuk yang
kelas XII, waduh enam bulan lagi ternyata harus sudah angkat koper dari
skul tercinta kita. Waktu bergerak sedemikian cepatnya. 24 jam yang kita
miliki tiap harinya ternyata kadang-kadang membuat kita tetap seperti itu-itu saja.
Entahlah, tapi yang jelas menyesal untuk apa yang terjadi tak banyak
membantu kita. Maka mari kita niatkan dengan sesadar-sadarnya untuk
bangkit lagi di masa mendatang. Semester dua sudah mulai menyambut kita.
Ramah atau tidak, itu tergantung dari bagaimana yang kita lakukan.
Tentunya enam bulan lagi kita berharap yang terbaik bagi kita. Bisa
melanjutkan ke kelas yang lebih tinggi, dan lulus untuk yang sekarang
kelas XII.
Salah satu sahabat kita, ada yang tidak lagi bisa
melanjutkan sekolah karena masalah keluarga. Sehingga sekarang dia
memutuskan untuk bekerja saja ketimbang sekolah. Meskipun dia menyadari,
sangat berat sekali untuk meninggalkan sekolah yang telah ia jalani
hampir tiga bulan lamanya. Tapi seklai lagi, hidup memberinya pilihan
yang berbeda. Dan saya mendukungnya untuk bekerja. Bukankah pengalaman
tidak hanya datang dari bangku sekolah saja? Jadi untuk teman-teman
kecilku yang sekarang masih berkesempatan sekolah, mari kita gunakan
sebaik-baiknya. Banyak sahabat kota di luar sana yang tidak bisa sekolah
karena faktor keadaan.
Selamat berlibur sahabat. Semoga setelah liburan nanti, kita menjadi fresh kembali.
Salam Pak Shodiq
Menjadi Guru 1
NAH
rupanya musim penghujan sudah memasuki masa subur. Kepala ini hendak
pecah rasanya, setelah tidak sengaja harus berjibaku dengan hujan.
Padahal dulu, mandi hujan merupakan ritual wajib bersama teman-teman
semasa kecil. Ternyata daya tahan tubuh sudah tidak segila dulu. Selain
kepala pusing, hidung juga kena demam dan selalu kembang kempis ketika
bernafas. Ada yang mengatakan itu gejala hendak dapat rezeki. wow, tentu
saja saya tak mau koprol mendengar wejangan aneh tersebut.
Saya suka sekali menikmati saat-saat kesehatan merasa menjadi lebih
penting dari pada membuka akun fesbuk. Tapi tetap saja, kesibukan enggan
untuk ditinggalkan begitu saja. Beberapa hari yang lalu juga demikian,
dengan kepala berat saya tergesa-gesa menuju sekolahan. Agenda pagi itu
yakni mengantar anak-anak prakerin. Kebetulan germbolan kami mendapat
tempat praktik di kecamatan tambak sari. Tapi yang penting bukan itu,
saya lebih suka menikmati kecemasan beberapa sahabat muda yang masih debar-debar untuk memulai prakerinnya.
Justru disitulah saya beruntung, bisa belajar dari teman-teman kecilku.
Mereka telah siap sesiap-siapnya. Bahkan hapeku terus berbunyi. Pesan
masuk dari beberapa siswa yang mengingatkanku untuk segera ke sekolah.
Tentu saja agak malas rupanya, tapi saya buang rasa itu. Saya berangkat
dengan menahan sakit kepala. Saya tersenyum di jalanan membayangkan
wajah teman-teman yang pastinya dag dig dug duer......
Korupsi Bukan Tujuan Pendidikan Kita
Pendidikan itu penting. Maka
tak heran bila pemerintah mulai melirik investasi ini sebagai tabungan
jangka panjang. Idealnya, jika pendidikan di negara ini berkualitas maka
akan menghasilkan sebuah generasi yang akan membawa negara ini menuju
situasi yang gemah ripah loh jinawi. Realitas demikian akan memunculkan sebuah pertanyaan sederhana tapi susah untuk menjawabnya: Kualitas yang bagaimana?
Mau tak mau kita harus berkaca pada kondisi kekinian. Sebagai tempat
yang digadang-gadang sebagai pembentukan kepribadian yang unggul dan
seabrek citra positif, sekolah belum mampu menjawabnya. Lalu tradisi
masyarakat kita yang suka mencari kambing hitam akan mengalir sendirinya
dengan kreatif. Guru kemudian dijadikan sasaran tembak. Gurupun tak mau
tinggal diam. Mereka menuding kebijakan-kebijakan pemerintahlah yang
tidak jelas dan terlalu abstrak. Pawang-pawang pendidikan di
pemerintahan juga tidak mau kehilangan kesempatan untuk berkelit. Lalu
munculah seabrek kebijakan baru yang menuntut guru untuk begini dan
begitu, ujungnya: peningkatan kualitas guru.
***
Pendidikan dan korupsi itu dua sisi mata uang yang tak bisa
dipisahkan. Kalau bicara pendidikan, mau tak mau di kepala kita akan
berdenyut-denyut: kok korupsi ya?. Sebaliknya juga akan menimbulkan hukum yang sama bila kita iseng-iseng bicara korupsi: katanya berpendidikan?. Lalu apa yang sebenarnya salah? Pendidikannyakah atau korupsinya?
MENEROPONG 1434 HIJRIAH
Sedia
payung sebelum hujan. Begitulah sebuah peribahasa yang kerap kali kita
dengar. Sebuah anjuran untuk menyiapkan segala hal secara cermat sebelum
hal tersebut menghampiri kita. Seringkali kita menjadi orang paling
sibuk sendiri ketika menghadapi suatu permasalahan. Menyalahkan waktu
yang terasa semakin sempit. Menyalahkan orang-orang di sekitar kita.
Bahkan menyalahkan Allah pun dapat saja terjadi.
Sedia payung sebelum
hujan. Mengisyaratkan kepada kita untuk belajar menyiapkan segala hal
dengan sebaik mungkin. Sehingga pada waktunya tiba kita akan benar-benar
siap. Seorang siswa yang memiliki rutinitas belajar setiap hari akan
berimbas pada prestasi di sekolahnya. Seorang karyawan yang bekerja
dengan penuh totalitas akan berdampak pada kelangsungannya di tempat
kerja. Seorang calon pemimpin yang menyiapkan dirinya dengan bekal
kejujuran, kedisiplinan, keuletan, dan sifat-sifat positif lainnya akan
membuat dirinya kelak menjadi pemimpin yang berintegritas. Begitu juga
umat manusia, ketika di dunia menyiapkan dengan cermat bekal hidup di
akhirat, maka Allah akan membalasnya dengan balasan yang indah.
Subscribe to:
Postingan (Atom)